PERINDU SYURGA

Hati bersatu karena kerinduan pada Illahi

Caleg Non Muslim di Daerah Minoritas Muslim (Bag.1)

Oleh: Ustd. Farid Nu'man

Banyak pertanyaan kepada kami mengenai ini, baik melalui sms atau email. Terkait adanya Partai Islam yang mencalonkan Non Muslim sebagai   Caleg (Calon Anggota Legislatif) dari partai Islam tersebut. Yang perlu ditekankan adalah tentunya caleg non muslim tersebut wajib mengakui asas Islam dan platform partai Islam tersebut. Apakah hal  keberadaan mereka untuk membantu perjuangan Partai Islam dibenarkan syariat? Ataukah ini hal yang sifatnya situasional dan bisa berlaku bagi daerah tertentu, daerah yang minim umat Islam dan juga lemah keadaannya seperti Papua dan Nusa Tenggara Timur,  namun tidak boleh bagi daerah lain yang umat Islam adalah mayoritas dan kuat, seperti pulau Jawa dan Sumatera?


Debatable Sejak Lama …

Sebenarnya masalah ini bukan permasalahan baru, tetapi sudah terjadi sejak lama; yakni bolehkah dalam perjuangan umat Islam dengan memanfaatkan bantuan orang kafir, baik bantuan dana, persenjataan, atau  partisipasi langsung jiwa raga mereka dalam barisan umat Islam.

Dahulu, awal tahun 90-an, pasca serangan Irak ke Kuwait, yang akhirnya melahirkan perang teluk pertama, para ulama di kerajaan Arab Saudi memfatwakan bolehnya meminta bantuan Amerika Serikat (saat itu dipimpin oleh George Bush Senior) yang nota bene  kafir untuk melawan keberingasan Saddam Husein, seorang Sosialis Aktifis Partai Ba’ts Irak, yang didirikan oleh Michael Aflaq, seorang Kristen. Mereka menganggap Saddam Husein sudah bukan lagi muslim, baik karena kekejamannya kepada umat Islam Kurdi dan semua lawan politiknya,   dan juga karena ideologinya yang Sosialis.  Kekafiran Saddam Husein difatwakan oleh Syaikh Abdul Aziz bin Baaz, Syaikh Said Hawwa (Siria), Syaikh Abdullah ‘Azzam (Al Filisthini tsumma Al Urduni), dan lainnya. Sederhananya adalah memanfaatkan kekuatan orang kafir untuk melawan orang kafir lainnya, karena keadaan diri yang masih lemah.

Fatwa ini, bukan berarti tanpa kritik. Para ulama Arab Saudi sendiri mengkritiknya, khususnya dari para ulama muda semisal Syaikh Salman Fahd Al ‘Audah (Wakil Ketua Ikatan Ulama Muslimin Sedunia yang diketuai oleh Syaikh Yusuf Al Qaradhawi) dan Syaikh ‘Aidh Al Qarny (pengarang kitab Laa Tahzan), yang karena kritikannya itu mereka berdua di penjara oleh pihak Kerajaan. Kritikan juga datang dari Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani Rahimahullah yang tidak menyetujui fatwa tersebut. Sebab, dari fatwa ini yang menjadi korban bukanlah AS dan Saddam Husein dan tentaranya, tetapi rakyat Irak yang muslim. Merekalah yang mengalami penderitaan karena kezaliman AS dan Saddam Husein saat itu.

Lebih lama lagi, gerakan Islam terbesar abad modern, Al Ikhwan Al Muslimun di Mesir pada masa Al Ustadz Syahidul Islam Hasan Al Banna Rahimahullah juga pernah menempatkan seorang Kristen Koptik (Qibthy) sebagai wakil mereka di palemen Mesir. Sejak jauh hari, Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam memang menyebutkan bahwa kaum Koptik akan menjadi penolong perjuangan umat Islam.

Dari Ummu Salamah Radhiallahu ‘Anha, bahwa menjelang wafat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam beliau berwasiat:

الله الله فى قبط مصر فإنكم ستظهرون عليهم فيكونون لكم عدة وأعوانًا فى سبيل الله

Takutlah kepada Allah, takutlah kepada Allah, dalam bergaul dengan kaum Qibthi Mesir. Sesungguhnya kalian akan mengalahkan mereka, dan mereka akan menjadi kekuatan dan pertolongan bagi kalian dalam perjuangan fi sabilillah. (HR. Ath Thabarani dalam Al Mu’jam Al Kabir, No. 561, Alauddin Al Muttaqi Al Hindi dalam Kanzul ‘Ummal No. 34023) 

Abdullah bin Yazid dan Amru bin Huraits, dan slainnya, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

إنكم ستقدمون على قوم جعد رؤوسهم فاستوصوا بهم خيرا فإنهم قوة لكم وبلاغ إلى عدوكم بإذن الله ـ يعني قبط مصر ـ

Sesungguhnya kalian akan mendatangi kaum yang keriting kepalanya, maka berwasiatlah yang baik-baik dengan mereka, karena mereka akan menjadi kekuatan bagimu, dan menjadi bekal bagimu untuk melawan musuh-musuhmu dengan izin Allah.  –yaitu kaum Qibthi Mesir. (HR. Abu Ya’la No. 1473, berkata Husein Salim Asad: para perawinya tsiqaat (terpercaya).   Ibnu Hibban No. 6677)

Penolong kita adalah Allah, RasulNya, dan Orang-orang beriman

Inilah dasar bagi setiap orang beriman, tidak ragu lagi dan tidak diperdebatkan lagi, bahwa mereka menjadikan Allah, RasulNya, dan orang-orang beriman sebagai tempat memberikan  Al Wala. Itulah hizbullah yang dijanjikan kemenangan oleh Allah Jalla wa ‘Ala. Al Wala bukan  kepada orang kafir, musyrik, munafiq, ahludh dhalal, dan mubtadi’.

Allah Ta’ala berfirman:

إِنَّمَا وَلِيُّكُمُ اللَّهُ وَرَسُولُهُ وَالَّذِينَ آمَنُوا الَّذِينَ يُقِيمُونَ الصَّلَاةَ وَيُؤْتُونَ الزَّكَاةَ وَهُمْ رَاكِعُونَ (55) وَمَنْ يَتَوَلَّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَالَّذِينَ آمَنُوا فَإِنَّ حِزْبَ اللَّهِ هُمُ الْغَالِبُونَ (56)

Sesungguhnya penolong kamu hanyalah Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang yang beriman, yang mendirikan shalat dan menunaikan zakat, seraya mereka tunduk (kepada Allah). dan Barangsiapa mengambil Allah, Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman menjadi penolongnya, Maka Sesungguhnya pengikut (agama) Allah (hizbullah) Itulah yang pasti menang. (QS. Al Maidah: 55-56)

Secara khusus, tidak pula memberikan Al Wala (loyalitas dan cinta) kepada Yahudi dan Nasrani, dan ini terlarang. Allah Ta’ala berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى أَوْلِيَاءَ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ وَمَنْ يَتَوَلَّهُمْ مِنْكُمْ فَإِنَّهُ مِنْهُمْ إِنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ (51)

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin(mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barangsiapa diantara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, Maka Sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim. (QS. Al Maidah: 51)

Secara khusus, tidak pula memberikan Al Wala kepada orang-orang yang mempermainkan agama. Allah Ta’ala berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا الَّذِينَ اتَّخَذُوا دِينَكُمْ هُزُوًا وَلَعِبًا مِنَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِنْ قَبْلِكُمْ وَالْكُفَّارَ أَوْلِيَاءَ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ (57)

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil Jadi pemimpinmu, orang-orang yang membuat agamamu Jadi buah ejekan dan permainan, (yaitu) di antara orang-orang yang telah diberi kitab sebelummu (Yakni Ahli Kitab), dan orang-orang yang kafir (orang-orang musyrik). dan bertakwalah kepada Allah jika kamu betul-betul orang-orang yang beriman. (QS. Al Maidah: 57)

Apakah makna wali dalam ayat-ayat ini? Wali jamaknya adalah auliya’ yang berati penolong dan kekasih.  (Imam Ibnu Jarir, Jami’ul Bayan, 9/319) Bisa juga bermakna teman dekat, yang mengurus urusan, yang mengusai (pemimpin). (Ahmad Warson Al Munawwir, Kamus Al Munawwir, Hal. 1582)

Maka, jelaslah bahwa umat Islam tidak dibenarkan menjadikan orang kafir sebagai penolong, kekasih, teman dekat, dan pemimpin mereka. Sebab wali kita hanyalah kepada Allah, RasulNya, dan orang-orang beriman.

Bagaimana jika keadaan tidak normal; lemah dan masih sedikit

Bagaimana jika keadaan umat Islam masih sedikit (minoritas) -tentunya juga masih lemah- bolehkah meminta bantuan mereka dalam sebagian urusan kaum muslimin? Tentunya dalam hal ini adalah Partai Islam di sana memanfaatkan  non muslim sebagai wakilnya di parlemen mereka di sana? Sebab, jangankan mencari kadernya sendiri, mencari orang Islam saja tidak mudah. Tentunya adalah sebuah prestasi tersendiri jika ada Partai Islam yang mampu mengajak orang kafir untuk turut membantu perjuangan ideologi dan platform Partai Islam tersebut. Bagaimana bisa seseorang yang tidak meyakini kerasulan Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, dan tidak mengakui kebenaran Islam, justru dengan sadar jatuh hati dan tertarik, lalu  menawarkan dirinya ikut membantu perjuangan Partai Islam?

Lalu, apakah ayat-ayat tentang larangan meminta bantuan kepada orang kafir tetap berlaku dalam keadaan lemah dan minor seperti ini? Ataukah ini situasi yang dimaafkan dan dikecualikan?

Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pernah melakukannya


Dalam proses perjalanan hijrah ke Madinah, Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan Abu Bakar Ash Shiddiq Radhiallahu ‘Anhu memanfaatkan jasa bantuan seorang dari Bani Ad Diil yang beragama kafir Quraisy sebagai petunjuk jalan menuju Madinah.

‘Aisyah Radhiallahu ‘Anha bercerita:

وَاسْتَأْجَرَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَأَبُو بَكْرٍ رَجُلًا مِنْ بَنِي الدِّيلِ هَادِيًا خِرِّيتًا، وَهُوَ عَلَى دِينِ كُفَّارِ قُرَيْشٍ

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan Abu Bakar mengupah seorang laki-laki dari Bani Ad Diil sebagai petunjuk jalan, dan dia adalah seorang beragama kafir Quraisy. (HR. Bukhari No. 2264)

Ini menjadi dasar bahwa meminta bantuan orang kafir adalah boleh, jika dalam keadaan lemah, dan masih sedikit. Jika memang ini terlarang secara mutlak, tentu Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menjadi orang pertama yang mencegah dirinya sendiri untuk melakukan itu dan dia akan serukan kepada segenap manusia. Tetapi, kenyataan justru menunjukkan sebaliknya, saat itu kaum muslimin yang tersisa di Mekkah tinggal berlima; Nabi, Abu Bakar, putranya, Asma, dan Ali. Jumlah yang sedikit dan tentunya lemah. Mereka pun sudah memiliki tugas masing-masing, putranya Abu Bakar tetap berada di Mekkah untuk mengawasi keadaan dan mencari=cari perkembangan berita. Asma Radhiallau ‘Anha bertugas membawakan makanan untuk Nabi dan Abu Bakar, sementara Ali Radhiallahu ‘Anhu berada di rumah nabi menggantikannya setelah nabi dikepung oleh gabungan berbagai kabilah kaum kuffar Quraisy. 

Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam juga pernah mendapatkan dukungan dari Musyrikin Bani Khuza’ah untuk melawan musuhnya. Juga masih banyak peristiwa-peristiwa lainnya, sebagaimana yang nanti kami lampirkan.

Pandangan Para Ulama

Al Hafizh Ibnu Hajar Rahimahullah berkata tentang peristwa hijrah tersebut:

وَفِي الْحَدِيثِ اسْتِئْجَارُ الْمُسْلِمِ الْكَافِرَ عَلَى هِدَايَةِ الطَّرِيقِ إِذَا أُمِنَ إِلَيْهِ واستئجار الْإِثْنَيْنِ وَاحِدًا على عمل وَاحِد جَازَ

Dalam hadits ini menunjukkan bahwa seorang muslim mengupah orang kafir untuk membantunya memberikan petunjuk jalan jika hal itu aman baginya, dan juga dua orang yang mengupah satu orang  dalam satu perbuatan, itu adalah diperbolehkan. (Fathul Bari, 4/442-443)

Imam Ibnu Baththal Rahimahullah menjelaskan:

عامة الفقهاء، يجيزون استئجارهم - أي المشركين - عند الضرورة وغيرها لما في ذلك من المذلة لهم، وإنما الممتنع أن يؤاجر المسلم نفسه من المشرك لما فيه من إذلال المسلم

Kebanyakan ahli fiqih membolehkan mengupah mereka –yaitu kaum musyrikin- ketika kebutuhannya mendesak dan selainnya, dan karena hal itu dapat merendahkan mereka (musyrikin), sebaliknya seorang muslim janganlah menjadi orang yang diupah oleh kaum musyrikin, karena hal itu dapat merendahkan seorang muslim. (Imam Ibnu Baththal, Syarh Shahih  Al Bukhari, 6/387)   

Imam Ibnul Qayyim Rahimahullah berkata:

في استئجار النبي صلى الله عليه وسلم عبد الله بن أريقط الدؤلي هاديا في وقت الهجرة وهو كافر دليل على جواز الرجوع إلى الكافر في الطب والكحل والأدوية والكتابة والحساب والعيوب ونحوها ما لم يكن ولاية تتضمن عدالة ولا يلزم من مجرد كونه كافرا أن لا يوثق به في شيء أصلا فإنه لا شيء أخطر من الدلالة في الطريق ولا سيما في مثل طريق الهجرة.

Pada saat Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengupahi Abdullah bin Uraikith Ad Du’aliy sebagai orang yang menunjuki jalan pada waktu hijrah, dia dalam  keadaan kafir,  menunjukkan  bolehnya merujuk kepada orang kafir dalam hal kedokteran, pengobatan, tulis menulis, menghitung, dan semisalnya, selama  pertolongan itu tidak mengandung semakin kuatnya kekafirannya, maka tidak apa-apa memintanya sebagai petunjuk jalan apalagi jalan untuk hijrah. (Bada’i Al Fawaid, 3/208)

Imam Al Hazimi mengatakan:

وذهبت طائفة: إلى أن للإمام أن يأذن للمشركين أن يغزوا معه ويستعين بهم ولكن بشرطين:
(1) أن يكون في المسلمين قلة وتدعو الحاجة إلى ذلك.
(2) أن يكونوا ممن يوثق بهم فلا تخش ثائرتهم.

Segolongan ulama berpendapat: “Pemimpin bisa mengijinkan orang-orang musyrik bergabung bersamanya dalam peperangan dan membantu kaum muslimin, dengan dua syarat:

Pertama, jumlah kaum muslimin hanya sedikit dan ada faktor yang mendorong kebutuhan itu.

Kedua, orang-orang musyrik tersebut bisa dipercaya dan tidak dikhawatiri akan memberontak.”  (Imam Al Hazimi, Al I’tibar fin Naasikh wa Mansuukh, Hal. 219)

Al Hazimi menambahkan:

ولا بأس أن يستعان بالمشركين على قتال المشركين إذا خرجوا طوعاً ولا يسهم لهم

“Boleh meminta pertolongan kepada orang musyrik untuk memerangi orang musyrik lainnya, selagi mereka bergabung dengan patuh dan tidak memberi andil bagi musuh.” (Ibid, Hal. 220)

Imam Ibnul Qayyim mengatakan:

الاستعانة بالمشرك المأمون في الجهاد جائزة عند الحاجة لأن عينه صلى الله عليه وسلم الخزاعي كان كافراً إذ ذاك، وفيه من المصلحة أنه أقرب إلى اختلاطه بالعدو وأخذه أخبارهم

Meminta pertolongan orang musyrik yang terpercaya dalam  medan jihad adalah dibolehkan ketika dibutuhkan, sebab Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam sendiri pernah meminta pertolongan kepada seorang dari Bani Khuzaah yang kafir, dan di sini adanya maslahat karena orang yang diminta bantuan tersebut bisa bergaul dengan musuh dan bisa diambil berita tentang mereka darinya. (Zaadul Ma’ad, 3/303)

Imam Ibnul Qayyim juga berkata:

للإمام أن يستعير سلاح المشركين وعدتهم لقتال عدوه. كما استعار رسول الله صلى الله عليه وسلم أدرع صفوان بن أمية وهو يؤمئذ مشرك

Seorang pemimpin bisa meminjam senjata dari kaum musyrikin dan apa saja yang mereka miliki untuk memerangi musuh. Sebagaimana Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam meminjam baju perang dari Shafwan bin Umayyah yang saat itu masih musyrik. (Ibid, 3/479)

Imam Muhamamd bin Abdul Wahhab Rahimahullah mengatakan:

الانتفاع بالكفار في بعض أمور الدين ليس مذموماً لقصة الخزاعي

Memanfaatkan kaum kuffar pada sebagian urusan agama bukanlah termasuk tercela berdasarkan kisah seorang dari Bani Khuza’ah. (Mulhaq Mushannafat Al Imam Muhamamd bin Abdul Wahhab Hal. 7)

Demikianlah, dapat disimpulkan dari penjelasan para imam di atas:

-    Tidak apa-apa memanfaatkan bantuan orang kafir jika dalam keadaan lemah dan masih sedikit, sebagaimana memanfaatkan non muslim menjadi caleg partai Islam di daerah minoritas muslimnya. Ini adalah keadaan yang memang tidak bisa disamakan dengan keadaan normal. Jika memang mutlak terlarang, pasti Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tidak akan memanfaatkan bantuan Abdullah bin Uraikith, bantuan Musyrikin Bani Khuza’ah, dan lainnya, ketika masih dalam keadaan awal da’wah Islam yang sedikit dan belum memiliki power yang cukup.

-    Lalu,   mereka wajib amanah dan mau patuh kepada kaum muslimin (dalam konteks Partai Islam, mereka mau tunduk dengan AD/ART, Asas Islam, dan Platformnya)

bersambung...


-------------------------------------------*

1.   Imam Al Haitsami berkata tentang hadits ini:

رواه الطبراني ورجاله رجال الصحيح.


Diriwayatkan oleh Ath Thabarani dan para perawinya adalah perawi shahih. (Majma’ Az Zawaid, 10/63)

Syaikh Al Albani juga berkata tentang hadits ini:

قلت: وهذا إسناد صحيح لا أعرف له علة؛ فإن رجاله كلهم ثقات

Saya berkata: isnad hasits ini shahih, saya tidak mengetahui adanya cacat, dan semua perawinya adalah terpercaya. (As Silsilah Ash Shahihah No. 3113)

Imam An Nawawi menyebutkan:

وفيه معجزات ظاهرة لرسول الله صلى الله عليه و سلم منها اخباره بأن الامة تكون لهم قوة وشوكة بعده

Pada hadits ini terdapat mu’jizat yang jelas bagi Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, di antaranya adalah pengabaran Beliau bahwa bagi mereka akan ada  umat yang   menjadi kekuatan dan senjata setelah itu. (Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, 16/97. Mawqi’ Ruh Al Islam)

2.   Imam Al Haitsami berkata tentang hadits ini:

رواه أبو يعلى ورجاله رجال الصحيح.

Diriwayatkan oleh Abu Ya’la dan para perawinya adalah perawi shahih. (Majma’ Az Zawaid, 10/64)



Caleg Non Muslim di Daerah Minoritas Muslim (Selesai)

Ustd. Farid Nu'man

 
Jika Kaum Muslimin mayoritas ….
   
Ada pun jika keadaan umat Islam mayoritas di sebuah daerah, maka tidak ada pilihan yang sulit untuk menjadikan seorang muslim saja sebagai caleg. Maka, tidak dibenarkan menjadikan non muslim sebagai  caleg. Sebab, ini bukan situasi yang dikecualikan.

Umar bin Al Khathab Radhiallahu ‘Anhu menulis surat kepada Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu sebagai penguasa (gubernur) Bahrain yang sudah berhasil ditaklukan, berikut ini penggalan suratnya:

 …وَأَبْعِدْ أَهْلَ الشَّرِّ وَأَنْكِرْ أَفْعَالَهُمْ وَلَا تَسْتَعِنْ فِي أَمْرٍ مِنْ أُمُورِ الْمُسْلِمِينَ بِمُشْرِكٍ، وَسَاعِدْ عَلَى مَصَالِحِ الْمُسْلِمِينَ بِنَفْسِكَ، فَإِنَّمَا أَنْتَ رَجُلٌ مِنْهُمْ غَيْرَ أَنَّ اللَّهَ تَعَالَى جَعَلَكَ حَامِلًا لِأَثْقَالِهِمْ.

“… dan jauhilah  pelaku keburukan dan ingkarilah perbuatan mereka, dan janganlah meminta pertolongan kepada orang musyrik dalam mengurus urusan kaum muslimin, dan bantulah kemaslahatan kaum muslimin oleh dirimu sendiri, karena engkau adalah seorang laki-laki termasuk golongan mereka maka Allah akan menjadikanmu sebagai pembawa beban berat yang mereka bawa.” (Imam Ibnul Qayyim, Ahkam Ahludz Dzimmah, 1/455)

Umar bin Al Khathab Radhiallahu ‘Anhu juga pernah meminta Abu Musa Al Asya’ri Radhiallahu ‘Anhu  mencopot sekretarisnya yang Nasrani, berikut ini kisahnya:

عَنْ أَبِي مُوسَى رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ: قُلْتُ لِعُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ: إِنَّ لِي كَاتِبًا نَصْرَانِيًّا، قَالَ: مَالِكٌ؟ قَاتَلَكَ اللَّهُ! أَمَّا سَمِعْتَ اللَّهَ تَعَالَى يَقُولُ: {يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى أَوْلِيَاءَ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ وَمَنْ يَتَوَلَّهُمْ مِنْكُمْ فَإِنَّهُ مِنْهُمْ} [المائدة: 51] ، أَلَا اتَّخَذْتَ حَنِيفًا، قَالَ: قُلْتُ: يَا أَمِيرَ الْمُؤْمِنِينَ لِي كِتَابَتُهُ وَلَهُ دِينُهُ، قَالَ: لَا أُكْرِمْهُمْ إِذْ أَهَانَهُمُ اللَّهُ وَلَا أُعِزُّهُمْ إِذْ أَذَلَّهُمُ اللَّهُ، وَلَا أُدْنِيهِمْ إِذْ أَقْصَاهُمُ اللَّهُ.

Abu Musa Al Asy’ari berkata: Aku berkata kepada Umar: “Aku punya seorang sekretaris seorang Nasrani.” Beliau menjawab: “Kenapa kamu ini? Semoga Allah memerangimu.” Aku pernah mendengar Allah Ta’ala berfirman: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin(mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barangsiapa diantara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, Maka Sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. (QS. Al Maidah: 51). Kenapa kamu tidak menjadikan seorang yang hanif (muslim)?

Aku menjawab: “Wahai Amirul mu’minin, saya membutuhkan tulisannya, sedangkan agamanya urusan dia sendiri.”

Umar menjawab: “Aku tidak memuliakan mereka ketika Allah telah menghinakan mereka, dan aku tidak meninggikan mereka ketika Allah telah merendahkan mereka. Aku tidak merendahkan mereka ketika Allah telah meninggikan mereka.” (Ibid, 1/454)

Demikian. Wallahu A’lam

LAMPIRAN:

Berikut ini adalah ringkasan kitab At Tahalluf As Siyasi fil Islam, karya Syaik Munir Muhammad Al Ghadhban, tentang koalisi, kerjasama politik, perdamaian, dan perjanjian yang dilakukan oleh Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dengan orang-orang kafir, baik pada masa awal kenabian, ketika  sedikit dan lemah, masa awal pembentukan negara Madinah, dan seterusnya. Kitab ini diringkas oleh Al Ustadz Al Fadhil Nabil Fuad Al Musawa -Hafizhahullah wa Jazahullah khairan.

ADAKAH  KOALISI-POLITIK  DIMASA  NABI  MUHAMMAD  SAW ??

Oleh : Nabiel Fuad Al-Musawa

DEFINISI
1.   Secara bahasa Arab (lughah) at-Tahaluf (koalisi) berasal dari kata al-Hilfu yg artinya perjanjian untuk saling menolong, ia berasal dari kata halafa-yahlifu-hilfan. Dlm bentuk kalimat dikatakan hilfuhu fulan fayakunu halifuhu (Fulan berjanji dg fulan maka ia menjadi sahabatnya) .
2.   Secara syar’I maknanyapun sama, dlm hadits nabi SAW disebutkan dari Ashim ra : “Aku berkata kepada Anas bin Malik : Apakah telah sampai kepadamu bhw nabi SAW bersabda : “Tdk ada hilfu dlm Islam.” Maka jawab Anas ra : “Bahkan nabi SAW telah mengambil sumpah suku Quraisy dan Anshar dirumahku.” (HR Bukhari bab Laka al Adab, hal 78 dan bab al-Ikha wa Halaf juz 8/26, cet Dar asy-Syatibi).

KOALISI2  JAHILIYYAH  DIMASA  SEBELUM  KENABIAN  YG  DIDUKUNG  OLEH  NABI  SAW
1.   Perjanjian Muthayyibin, yaitu koalisi antara kabilah Bani Abdud-Dar, Bani Jamah, Bani Salim, Bani Makhzum dan Bani Adi, yaitu untuk tdk saling berebut kekuasaan atas Ka’bah yaitu dg memasukkan masing2 tangannya kedlm mangkok berisi minyak wangi dan mengusapkannya ke Ka’bah sehingga dinamakan Muthayyibin (orang2 yg memakai minyak wangi). Ttg ini nabi SAW bersabda : “Aku menyaksikan berlangsungnya al-Muthayyibin, aku tdk ingin membatalkannya walaupun aku hanya diberikan kekuasaan atas binatang ternak.” (HR Ahmad dlm al-Musnad, juz-I hal 190 dan 193).
Dan ketika nabi SAW menaklukkan Makkah (fathul Makkah) dan sedang duduk di Masjidil Haram, Ali ra berkata : Wahai RasuluLLAH, kita telah menguasai kunci Ka’bah dan air zam-zam. Lalu nabi SAW berkata : Dimana Usman bin Thalhah? Ini kuncimu, ambil kunci ini selamanya dan tdk akan merebutnya kecuali orang yg aniaya. (Sirah an-Nabawiyyah, Ibnu Hisyam, juz-II, hal. 412)
2.   Perjanjian Fudhul, yaitu koalisi antara Bani Hasyim, bani Muthalib, bani Asad bin Abdul ‘Uzza, bani Zuhrah bin Kilab dan bani Taim bin Murrah untuk tdk membiarkan kezaliman di kota Makkah baik thd penduduk pribumi maupun thd pendatang (Sirah an-Nabawiyyah, Ibnu Hisyam, juz-I, hal 133-134). Ttg ini nabi SAW bersabda : “Aku telah menyaksikan perjanjian Fudhul di kediaman AbduLLAH bin Jad’an, perjanjian yg tdk akan aku batalkan walaupun aku hanya diberi kekuasaan atas binatang ternak. Dan sekiranya perjanjian itu dilaksanakan pd masa Islam, maka aku akan menyetujuinya.”

KOALISI  POLITIK PADA  MASA  AWAL  KENABIAN  YG  DILAKUKAN  NABI  SAW  DG  KAUM  MUSYRIKIN  BAIK  TERHADAP  PERORANGAN  MAUPUN  KELOMPOK
1.   Perlindungan Abu Thalib pd nabi SAW, ketika turun ayat QS 26/214 maka nabi SAW memanggil bani Hasyim, bani Muthalib bin Abdi Manaf dan berkata : “Segala puji bagi ALLAH, aku memuji dan dan memohon pertolongan kepada-NYA, beriman dan bertawakkal kepada-NYA, aku bersaksi bhw tiada Ilah selain ALLAH Yang Maha Esa dan tiada sekutu bagi-NYA. Sesungguhnya pemandu jalan tdk akan menyesatkan orang yg dipandu. Demi ALLAH yang tiada Ilah kecuali DIA, DIA Maha Esa dan tiada sekutu bagi-NYA, bahwa aku adalah utusan ALLAH bagi kalian secara khusus serta untuk semua manusia secara umum. Demi ALLAH bahwa kalian akan meninggal dunia sebagaimana kalian tidur dan akan dihidupkan kembali sebagaimana kalian bangun, lalu kalian akan diminta pertanggungjawaban dari apa yg telah kalian lakukan. Sesungguhnya surga dan neraka adalah abadi.”  Maka Abu Thalib berkata : “Alangkah senangnyaaku dpt menolongmu, menerima segala nasihatmu, dan menjadi orang yg paling percaya akan tutur katamu, mereka yg berkumpul ini adalah keturunan nenek moyangmu, dan aku adalah salah satu dari mereka, hanya saja aku adalah orang yg paling dulu senang dg apa yg kau senangi, maka laksanakan apa yg telah diperintahkan Tuhan kepadamu. Demi ALLAH aku akan selalu bersamamu dan menjagamu, akan tetapi aku tdk mampu meninggalkan agama Abdul Muthalib. Maka abu Lahab berkata : Demi ALLAH ini adalah malapetaka! Cegah dia sebelum mempengaruhi yg lain! Maka jawab abu Thalib : Demi ALLAH! Aku akan selalu menjaganya selama aku masih hidup! (Sirah Nabawiyyah, Ibnu Hisyam, juz-I, hal 265).
2.   Perlindungan Syi’ib Bani Hasyim, diriwayatkan oleh Musa bin Uqbah dari Ibnu Syihab az-Zuhri : Orang2 kafir berkumpul untuk merencanakan pembunuhan pd nabi SAW, yg akan dilakukan secara terang2an, ketika kabar itu didengar oleh abu Thalib, maka ia mengumpulkan bani Hasyim dan bani Muthalib untuk melindungi nabi SAW, diantara mereka ada yg melakukannya berdasarkan keyakinan pd kebenaran Islam dan adapula yg ingin melindunginya karena hubungan kekeluargaan (ta’ashub kesukuan) saja (Sirah Nabawiyyah, AbduLLAH bin Muhammad bin Abdul Wahhab, hal. 93, Dar al-Arabiyyah).
3.   Perlindungan Muth’im bin ‘Adi, ketika nabi SAW pulang dari Tha’if untuk kembali ke Makkah maka beliau SAW mengutus seseorang dari suku Khuza’ah untuk menemui Muth’im bin Adi dan berkata : Apakah engkau bersedia menjadi pelindung Muhammad?, Muth’im menjawab : Ya. Lalu ia menyiapkan pedangnya dan berkata pd kaumnya : Hunuskan senjata kalian dan berdirilah di setiap pojok Ka’bah, sesungguhnya aku telah melindungi Muhammad! Muth’im lalu mengutus orang untuk mepersilakan Muhammad SAW masuk ke Makkah, maka nabi SAW dan Zaid bin Haritsah ra pun memasuki Makkah. Sesampainya di Ka’bah maka Muth’im bin Adi duduk di atas ontanya sambil berkata : Hai orang2 Quraisy! Sesungguhnya aku telah melindungi Muhammad, maka jangan ada yg berani mengganggunya!, maka nabi SAW pun menyelesaikan thawaf, mencium hajar aswad, melakukan shalat 2 raka’at dan kembali ke rumahnya. Sedangkan Muth’im dan anak2nya terus menjaga nabi SAW, sampai ia masuk ke rumahnya. (ar-Rahiq al-Makhtum, al-Mubarakfuri, riwayat Zuhr dari Musa bin Uqbah; al-Bidayah wa Nihayah, Ibnu Katsir juz-III, hal. 150)
4.   Tawaran nabi SAW terhadap qabilah2 Arab, Al-Maqrizi berkata dlm kitab al-Imta’ al-Asma’ : Nabi SAW langsung menawarkan dan menyerukan Islam sendiri kepada kabilah2 pd setiap musim hajji, diantaranya adalah pd bani Amir, Ghassan, Fazarah, Murrah, Hanifah, Sulaim, Abbas, Nashr, Tsa’labah, Kindah, Kalb, Harits, Udzrah, Qais. Dari seruan itu difahami bahwa keislaman seluruh kabilah tsb bukanlah yg terpenting, namun kepercayaan kabilah2 tsb untuk memberikan perlindungan kepada nabi SAW untuk melaksanakan dakwahnya, sebagaimana perlindungan bani Hasyim sebelumnya pada nabi SAW juga tdk seluruhnya muslim, bahkan abu Thalib sendiri sampai wafatnya tdk masuk Islam. (Sirah Nabawiyyah, Ibnu Hisyam I/422-425)

KOALISI  POLITIK  PADA  FASE  PEMBENTUKAN  NEGARA
1.   Bai’at Aqabah Pertama, ketika nabi SAW melewati Mina beliau bertemu dg 6 orang pemuda Yatsrib dari suku Khazraj, mereka adalah As’ad bin Zurarah, Auf bin Harits, Rafi bin Malik bin Ajlan, Quthbah bin Amir bin Hadidah, Uqbah bin Amir bin Nabi dan Jabir bin AbduLLAH bin Riab. Maka nabi SAW berkata pd mereka : “Maukah kalian mendengarkan apa yg akan kukatakan?” Mereka menjawab : Silakan. Maka nabi SAW mengajak mereka untuk menyembah ALLAH SWT dan membacakan pd mereka ayat2 suci al-Qur’an. Lalu nabi SAW bersabda : “Sanggupkah kalian memberikan perlindungan kepadaku?”  Mereka menjawab : Ya RasuluLLAH, saat peperangan Bu’ats dulu kami saling berperang, jadi kalau sekarang engkau tdk memiliki banyak pendukung. Biarlah kami kami kembali, semoga kami dpt mengajak keluarga kami dan menyatukan kaum kami untukmu. Jika mereka semua telah berkumpul, maka tdk seorangpun yg lebih mulia darimu. Kami berjanji perayaan hajji yg akan datang. (Sirah Nabawiyyah, AbduLLAH bin Muhammad bin Abdul Wahhab, hal.125)
2.   Bai’at Aqabah Kedua, dalam hadits yg diriwayatkan oleh Imam Ahmad dari Jabir bin AbduLLAH ra secara rinci disebutkan, Jabir ra berkata : Wahai RasuluLLAH, dlm hal apa kami membai’at engkau? Maka jawab nabi SAW : “Untuk mendengar dan taat, baik ketika kalian sedang semangat maupun ketika malas; memberikan sedekah baik ketika lapang maupun sempit; berdakwah pd kebenaran dan menentang kemungkaran; mentaati ALLAH SWT dan tdk mel;akukan hal yg dimurkai-NYA; dan menolongku dan melindungiku jika aku datang ke tempat kalian, sebagaimana perlindunganmu kepada dirimu, istri dan anak2mu.”  Maka jawab mereka : Ya RasuluLLAH, apa imbalan dari semua itu? Jawab nabi SAW : “Kalian akan mendapatkan surga.”  Setelah itu maka nabi SAW membai’at mereka dan memilih 12 orang naqib diantara mereka yaitu 9 dari Khazraj dan 3 dari Aus.

KOALISI  POLITIK  DG  KAUM  YAHUDI  DAN  MUSYRIKIN  SAAT  PEMBENTUKAN  NEGARA  BARU
1.   Saat nabi SAW memasuki Madinah maka beliau SAW menghadapi masyarakat yg sangat heterogen dlm suku dan agama, ada Muhajirin, suku Khazraj, suku Aus, Yahudi bani Quraizhah, Yahudi bani Qainuqa, para pimpinan ekonomi seperti AbduLLAH bin Ubay bin Salul, dsb. Maka dibuatlah perjanjian sbb : 1) Perjanjian persaudaraan diantara sesama muslim, 2) Perjanjian tolong-menolong kaum muslimin dg kaum musyrikin, 3) Perjanjian kerjasama antara kaum muslimin dg kelompok2 besar qabilah Arab non muslim, 4) Peraturan2 yg berlaku umum.
2.   Perjanjian yg terkenal tsb kemudian disebut Piagam Madinah yg merupakan teks perjanjian Hak Asasi Manusia antar agama, suku dan golongan pertama di dunia yg tertulis dlm sejarah, yg isinya (saya kutipkan hanya yg terkait dg non muslim saja) adalah sbb  :

a.   Bab-II (dg orang Yahudi) :
01   Org Yahudi bani Auf hidup berdampingan dg kaum mu’min. Bagi org Yahudi diperbolehkan menganut agama mereka, dan bagi org mu’min diperbolehkan menganut agama mereka, begitu pula thd harta dan jiwa masing2.
02   Apabila ada salah satu dr mereka (Yahudi) melakukan kezaliman dan kesalahan, mereka tdk dpt dihukum semuanya, kecuali mereka yg melakukan perbuatan tsb atau keluarganya.
03   Sesungguhnya org Yahudi dari bani Nadir mempunyai kesamaan dg org Yahudi bani Auf.
04   Sesungguhnya org Yahudi dari bani Haritsah mempunyai kesamaan dg org Yahudi bani Auf.
05   Sesungguhnya org Yahudi dari bani Saidah mempunyai kesamaan dg org Yahudi bani Auf.
06   Sesungguhnya org Yahudi dari bani Jasyim mempunyai kesamaan dg org Yahudi bani Auf.
07   Sesungguhnya org Yahudi dari bani Aus mempunyai kesamaan dg org Yahudi bani Auf.
08   Sesungguhnya org Yahudi dari bani Tsa’labah mempunyai kesamaan dg org Yahudi bani Auf, kecuali bagi yg berbuat kezaliman dan kesalahan. Dan mereka semua tdk dihukum kecuali hanya yg berbuat kesalahan tsb.
09   Sesungguhnya keselamatan jiwa org bani Tsa’labah seperti org2 bani Auf.
10   Sesungguhnya org2 bani Syathbiyyah seperti org2 bani Auf.
11   Memberi pertolongan pd perbuatan baik dan bukan pd perbuatan buruk.
12   Bhw org2 yg terikat perjanjian dg bani Tsa’labah diperlakukan sama dg kaum mu’minin.
13   Bhw keselamatan jiwa org2 Yahudi sama dg keselamatan jiwa kaum mu’minin.
14   Tdk dibolehkan seorangpun dr org Yahudi keluar dr Madinah kecuali atas izin Rasul SAW.
15   Tdk dibolehkan seorangpun pergi ke Makkah untuk balas dendam.
16   Barangsiapa yg melakukan pembunuhan maka hanya dirinya dan keluarganyalah yg mendpt hukuman dari perbuatannya, kecuali jika ia org yg dizalimi.
17   ALLAH melindungi isi perjanjian ini (ALLAH senantiasa meberikan keridhaan atas segala isi perjanjian).
18   Org Yahudi bekerjasama dg kaum muslimin dlm mengumpulkan biaya perang, selama terjadi peperangan.

b.   Bab-IV (Peraturan2 umum) :
01   Tdklah berdosa bagi org2 mu’min yg melakukan perjanjian perdamaian dg mereka.
02   Hendaknya pertolongan ditujukan pd org yg dizalimi.
03   Org2 yg terikat dlm perjanjian ini dilarang untuk membunuh penduduk kota Yatsrib.
04   Seorang tetangga bagaikan sebuah jiwa yg tdk pernah melakukan sesuatu yg membahayakan dan kesalahan thd dirinya sendiri.
05   Tdk dibolehkan menikahi seorg wanita, kecuali atas izin keluarganya.
06   Apabila tjd suatu permasalahan atau perselisihan yg dikuatirkan akan tjd perpecahan antara org2 yg memegang perjanjian hendaknya hal tsb dikembalikan pd ALLAH SWT dan nabi Muhammad SAW.
07   Sesungguhnya ALLAH bersama org yg paling mematuhi dan melaksanakan dg sebaik2nya isi perjanjian.
08   Tdk dibolehkan memberikan perlindungan kepada org2 Quraisy dan para penolongnya.
09   Mereka harus saling menolong atas segala musibah yg menimpa penduduk Yatsrib.
10   Apabila mereka diajak untuk berdamai dan melaksanakan segala usaha untuk menuju perdamaian, mereka harus berdamai dan mewujudkan perdamaian tsb.
11   Jika mereka dianjurkan untuk melakukan yg seperti itu, maka org2 mu’min juga memiliki beban yg sama.
12   Kecuali thd org yg memerangi agama mereka.
13   Tiap manusia memiliki bagiannya masing2 dr apa yg ia kerjakan.
14   Bagi org2 Yahudi bani Aus, baik kolega ataupun diri mereka, memiliki persamaan mengenai isi perjanjian, dg org2 yg memegang perjanjian ini. Dlm hal yg baik, bukan thd perbuatan jelek. Dan tdk akan mendpt hukuman kecuali yg melakukannya.
15   Sesungguhnya ALLAH bersama org2 yg paling patuh dan paling baik dlm menjlnkn isi perjanjian ini.
16   Isi perjanjian ini tdk berlaku atas org yg melakukan kezaliman dan kesalahan.
17   Sesungguhnya ALLAH dan Rasul-NYA akan selalu menolong orang2 yg baik dan bertakwa.

KOALISI POLITIK DG  KAUM  MUSYRIKIN  SETELAH  PEMBENTUKAN  NEGARA  MADINAH
1.   Koalisi Politik Nabi SAW dg qabilah2 Musyrikin di luar Madinah untuk melawan Quraisy, seperti dg bani Mudallij dan bani Dhamrah di sepanjang laut Merah pd jalur yg menuju ke Syam, ketika pemimpin musyrik bani Juhainah, Majdi bin Amru al-Juhanilah bertemu nabi SAW di Madinah, maka ia disambut oleh nabi SAW sehingga ia berkata : “Sungguh aku tdk tahu bahwa Maimun itu seorang pemimpin yg baik dlm urusan ini.”  Dan ditetapkanlah perdamaian antara keduanya dg kesepakatan Nabi SAW tdk memerangi bani Dhamrah dan bani Dhamrah tdk memerangi nabi SAW serta memprovokasi kelompok lain untuk memusuhi nabi SAW serta tdk memberi bantuan kepada musuh nabi SAW .
2.   Bahwa pasca koalisi2 politik yg dilakukan oleh nabi SAW tsb (terutama pasca perang Badar dan perjanjian Hudhaibiyyah) maka nabi SAW pun seringkali dikhianati dan disabot isi perjanjiannya terutama oleh kaum Yahudi (persis yg dilakukan oleh kelompok sekular thd kemenangan2 partai Islam saat ini), tapi beliau SAW berusaha mengatasi semua bahaya dan bertahan agar tdk menghadapi 2 musuh sekaligus (Quraisy dan Yahudi), kecuali setelah kaum muslimin bisa mengalahkan musuh terbesarnya kafir Quraisy yaitu pasca perang Ahzab.
3.   Bahwa ayat2 al-Qur’an yg turun berkenaan ttg larangan mengangkat pemimpin dari golongan non muslim turun berkenaan dg tema ini (jadi bukan sbgm dituduhkan oleh orang2 yg tdk mengerti asbab an nuzul,  bhw ayat tsb melarang partai Islam berkoalisi politik dg orang kafir di parlemen). Contohnya QS 5/51 yg berbunyi : “Hai org2 yg beriman, janganlah kamu mengambil org2 Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin2mu. Karena sebagian mereka adalah pemimpin bagi sebagian yg lain...”  Sabab an nuzul ayat ini adalah turun berkenaan ttg sikap AbduLLAH bin Ubay bin Salul yg melarang nabi SAW memerangi Yahudi bani Qainuqa karena mereka telah membelanya selama ini ... Lalu bagaimana mungkin ayat ini ditafsirkan sbg ayat yg melarang semua jenis koalisi politik dg non muslim, sementara nabi SAW sendiri berkoalisi dan meminta perlindungan kepada pamannya Abu Thalib, Muth’im bin Adi, dll yg semuanya adalah non muslim!!! Jadi jelaslah bagi kita bhw duduk perkaranya adalah bhw masalah ini tergantung pd fase pertumbuhan dan kekuatan dari partai Islam itu sendiri.
4.   Coba bandingkan dg ayat ke-52-nya yg memuji sikap Ubadah bin Shamit ra yg juga memiliki perjanjian dg Yahudi tsb tapi memutuskannya setelah pengkhianatan mereka pd nabi SAW tsb sbb : “Dan barangsiapa mengambil ALLAH, Rasul-NYA dan orang2 beriman sbg penolong maka partai ALLAH itulah yg akan menang.”  Jadi permasalahannya bhw konteks ayat itu adalah keharusan mentaati kebijakan pemimpin (yg saat itu dipegang oleh nabi SAW), serta ketaatan pd syura yg telah diputuskan oleh gerakan Islam. Hal lain yg dpt ditambahkan sbg argumen adalah bhw ALLAH SWT tdk pernah membatalkan koalisi politik dg bani Nadhir dan bani Quraizhah, maka bagaimana mungkin ayat tsb melarang berkoalisi dg non muslim, sementara perjanjian nabi SAW telah berjalan selama 4 th!!!
5.   Latar-belakang peristiwa Fathu (penaklukan) Makkah. Pd saat terjadi perjanjian Hudhaibiyyah dulu, mk bani Bakr memilih bersekutu dg Quraisy, sementara bani Khuza’ah memilih bersekutu dg nabi SAW (keduanya adalah qabilah musyrik). 22 bulan setelah Hudhaibiyyah di bln Sya’ban bani Bakr menyerang dan membunuh 23 orang bani Khuza’ah di dekat mata air al-Watir dekat Makkah. Maka Amru bin Salim dr Khuza’ah bersama 40 org kaumnya datang dan melantunkan sya’ir ttg kepedihan kaumnya dan mengadukan pd nabi SAW. Maka nabi SAW berdiri sambil menyeret bajunya bersabda : “Aku tdk akan ditolong ALLAH SWT, jika aku tdk menolong bani Ka’ab sbgm aku menolong diriku sendiri!”  Dlm lafz Ibnu Ishaq disebutkan : “Aku tdk akan mendpt pertolongan jk tdk menolong bani Ka’ab spt aku menolong diriku sendiri. Sesungguhnya awan ini menjerit memintakan pertolongan untuk bani Ka’ab.”  Maka lihatlah bgm nabi SAW memegang perjanjian politiknya dg kabilah musyrikin dan bahkan menggerakkan pasukannya untuk memerangi Makkah karena membela kabilah musyrikin yg telah berkoalisi politik dg kaum muslimin!
6.   Turunnya surat Bara’ah (at-Taubah). Setahun setelah penaklukan Makkah dan kaum muslimin telah memiliki kekuatan yg besar, dan ketika semua kekuatan yg menentang Islam di wilayah jazirah Arab telah jatuh ke tangan kaum muslimin, maka barulah ALLAH SWT menurunkan QS at-Taubah yg memerintahkan memutuskan semua hubungan perjanjian pd kaum musyrikin : “Inilah pernyataan pemutusan hubungan ALLAH dan Rasul-NYA dari orang2 musyrik yg kalian (kaum muslimin) telah mengadakan perjanjian dgnya...” (QS 9/1), maka ketika ayat ini turun nabi SAW mengutus Ali ra untuk menyusul Abubakar ra yg sedang memimpin hajji dg kaum muslimin yg lain untuk membacakan dan mengumumkan ayat ini, maka Ali ra mengumumkan 4 hal : 1) Setelah tahun ini tdk boleh lagi orang musyrik mendekati Ka’bah, 2) Tdk boleh lagi thawaf dlm keadaan telanjang, 3) Tdk akan masuk syurga kecuali orang mu’min, 4) Brgsiapa yg masih ada perjanjian dg rasuluLLAH maka akan ditepati sampai akhir masanya. Point yg ke-4 ini ditegaskan pd ayat ke-4 dr QS 9 tsb, az-Zamakhsyari berkata dlm tafsirnya al-Kasysyaf  bhw istitsna (pengecualian) dlm ayat tsb bermakna istidrak (penyusulan kalimat), sehingga makna ayatnya adalah : Barangsiapa yg menepati perjanjian dan tdk mengingkarinya maka sempurnakanlah perjanjian tsb dan jangan perlakukan mereka sbgm org yg tdk menepati perjanjiannya dan sebaliknya jangan jadikan org yg tdk menepati perjanjian seperti yg menepatinya. Imam Ibnul Qayyim  menyatakan bhw setelah turunnya ayat ini maka kaum kafir dibagi 3, yaitu muharibin (yg memerangi kaum muslimin), ahlul ‘ahdi (yg masih ada perjanjian dg kaum muslimin) dan ahlu dzimmah (kafir yg berada dlm perlindungan nabi SAW).

KESIMPULAN  : TINJAUAN  FIQH  TTG  KOALISI  POLITIK  YG  DIBOLEHKAN  DLM  ISLAM
1.   Hukum meminta bantuan pd org musyrik di luar urusan perang, adalah dibolehkan berdasarkan perilaku nabi SAW di atas, ada pula hadits Bukhari yg mempertegas sbb : Nabi SAW dan Abubakar menyewa seorang bani Dalil yg masih mengikuti agama Quraisy sbg penunjuk jalan ke Madinah.”
2.   Hukum meminta bantuan kepada orang musyrik dlm peperangan saat kaum muslimin lemah baik jumlah maupun kemampuannya, maka ini dibolehkan berdasarkan perilaku nabi SAW di atas. Imam Ibnu Hazm dlm kitabnya  menyatakan : Jika kaum muslimin dlm keadaan darurat dan tdk bisa menang maka dibolehkan meminta bantuan pd kafir Harbi tsb, sepanjang ia yakin bhw kemenaangan tsb tdk membahayakan jiwa, harta dan kehormatan kaum muslimin, sbgm istitsna (pengecualian) ALLAH SWT thd kebolehan memakan bangkai saat kondisi terpaksa (...kecuali apa yg kamu terpaksa memakannya...). Dlm hal ini ada yg mendebat kami dg menyebutkan firman ALLAH SWT : ..Dan tdklah aku mengambil org2 yg menyesatkan itu sbg penolong.”  (QS 18/51). Maka jawaban kami adalah, ayat ini tdk tepat untuk kasus ini karena kita sama sekali tdk menjadikan mereka sbg penolong melainkan mengadu mereka sebagian dg sebagian yg lain, karena mereka adalah sama jahatnya satu dg lainnya maka ayat yg benar adalah “..dan demikianlah KAMI jadikan sebagian org yg zhalim sbg teman bagi sebagian yg lain krn apa yg mereka perbuat.” (QS 6/129), juga dlm hadits yg diriwayatkan oleh AbduLLAH bin Rabi’ dari Muhammad bin Mu’awiyah dari Ahmad bin Syu’aib dari Imran bin Bakr bin Rasyid dari abu Yaman dari Syu’aib bin abi Hamzah dari az-Zuhri dari Sa’id bin Musayyib dari abu Hurairah berkata : “Rasul SAW bersabda : ALLAH SWT akan menegakkan agama ini dg bantuan orang yg fajir.”  Maka Imam abu Muhammad berkata : Meminta bantuan pd ahlul harb (kafir harbi) dlm melawan kafir harbi yg lain dibolehkan, sebagaimana juga dibolehkan meminta bantuan pd muslim yg fajir untuk menghentikan kezaliman muslim yg zalim. (Selesai kutipan dr Ibnu Hazm)

Man yuridiLLAHa bihi khairan yufaqqihhu fid diin...

------------------------------------*
 3. Diringkas dari kitab at-Tahalluf as-Siyasi fil Islam, Syaikh Munir Muhammad al-Ghadhaban
 4. Dosen Pendidikan Agama Islam Fakultas Pertanian Universitas Djuanda (UNIDA) Bogor
 5. Mu’jam Maqayis al-Lughah, Ahmad bin Fariz bin Zakaria, bab ha, lam, fa; juz-2 hal 97-98.
 6. Diriwayatkan oleh Ibnu Ishaq (seorang tsiqat tapi tadlis) dari Muhammad bin Zaid bin Muhajir (tsiqat) dari Thalhah bin AbduLLAH bin Auf (tsiqat) seorang tabi’in. Hadits ini mursal  tp ketadlisan Ibnu Ishaq tdk melemahkannya, karena Ibnu Ishaq tdk tadlis dlm hadits ini hanya menyebutkan sanadnya. Dan juga telah diriwayatkan melalui jalur lain dari Humaidi dari Sufyan dari AbduLLAH dari Muhammad dan AbduRRAHMAN, keduanya anak dari Abubakar ra.
 7. Sirah Nabawiyyah, Ibnu Hisyam, jilid-I, hal 501-504.
 8. Imta’ al-Asma’, al-Maqrizi, hal 1/52
 9. Al-Watsaiq an-Nabawiyyah, hal.267; Ibnu Sayyidin Nas, 2/3; Ansab al-Baladziri 1/287.
 10. Sirah Nabawiyyah, Ibnu Hisyam, 2/49
 11. Imta’ al-Asma’, al-Maqrizi 1/357-358
 12. Thabaqat al-Kubra, Ibnu Ishaq 2/98
 13. Zaadul Ma’ad, 2/90-91


 

0 komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.

Perindu Syurga

Perindu Syurga
Cinta Kerja Harmoni

Arsip Tulisan

About Me

Followers

Pageviews

Hikmah Hari Ini

“Saya bersama kalian, saya berada diantara kalian, untuk memegang teguh syari’at Undang-undang. Kita mencintai Rab Kita melebihi tanah air kita, dan kita berbuat adil, adil dengan apa yang kita katakan. Kami menginginkan kemerdekaan dan keadilan untuk anak anak kita.” (Muhammad Mursi).