PERINDU SYURGA

Hati bersatu karena kerinduan pada Illahi

Natalmu, Bukan Natalku
*****
Bagi yang ingin mengucapkan selamat Natal
--------------------------

Suatu kali Rasulullah tawaf di Ka'bah. Tiba-tiba beliau berpapasan dengan para gembong Quraisy. Di antaranya Umayyah bin Khalaf dan Abu Jahal.

Sebelumnya mereka sudah dengan berbagaimacam cara membujuk Rasulullah menghentikan dakwahnya. Namun Rasulullah teguh dengan pendiriannya. Lebih teguh dari pada karang di lautan.

Bukan itu saja, mereka juga sudah berusaha bernegosiasi dengan Rasulullah supaya toleran dengan agama mereka. Sekali-sekali mereka menyembah Allah bersama Rasulullah, di waktu lain Rasulullah diharapkan juga mau menyembah tuhan mereka. Tentu saja hal itu ditolak dengan tegas oleh Rasulullah dan dikuatkan lagi dengan wahyu dari langit.



Pada kali ini mereka berusaha membujuk Rasulullah dengan cara yang jauh lebih halus. Mereka berkata kepada beliau:

"Wahai Muhammad, ke sinilah! Usaplah tuhan-tuhan kami ini sedikit saja. Kami berjanji akan masuk ke dalam agamamu setelah itu".

Kali ini permintaan mereka tidak macam-macam. Hanya sekedar mengusap patung mereka sedikiiiiiiiiiit saja.

Rasulullah manusia yang mempunyai hati paling lembut. Beliau tidak ingin kaumnya berpecah. Beliau menginginkan sekali keislaman mereka.

Hampir saja Rasulullah cenderung untuk melakukan hal itu. Untunglah beliau yang bersifat "ma'shum" dipelihara oleh Allah dari kesalahan. Segera Jibril datang membawa wahyu mencegah dan memperingatkan Rasulullah:

"Dan sesungguhnya mereka hampir memalingkan kamu dari apa yang telah Kami wahyukan kepadamu, agar kamu membuat yang lain secara bohong terhadap Kami; dan kalau sudah begitu tentulah mereka mengambil kamu jadi sahabat yang setia.

Dan kalau Kami tidak memperkuat hatimu, nisacaya kamu hampir-hampir condong sedikit kepada mereka,

Kalau terjadi hal demikian, benar-benarlah Kami akan rasakan kepadamu siksaan berlipat ganda di dunia ini dan begitu pula siksaan berlipat ganda sesudah mati, dan kamu tidak akan mendapat seorang penolongpun terhadap Kami. (Al Isra': 73-75)

Dari riwayat di atas bisa diambil perbandingan dengan hukum mengucapkan selamat natal. Tadabburilah ayat ini dengan hati terbuka!

Permasalahannya barangkali kita anggap sederhana. Inikan bukan masalah aqidah atau ibadah, ini hanya urusan mu'amalah. Interaksi sesama manusia.

Awalnya sih begitu.

Tapi setapak demi setapak, selangkah demi selangkah, akhirnya kita tidak sadar, sudah membaur tanpa jelas batas pemisah antara kita dan mereka.
Pembahasaannya sangat memukau. Kerukunan beragama. Toleransi antar umat beragama. Persatuan dan kesatuan. Dan sebagainya.

Tidakkah kita menyadari hari demi hari ketercampuran itu semakin kentara. Awalnya kita bicara masalah mengucapkan selamat natal. Berlanjut menghadiri pesta natal. Terus lanjut ikut misa dengan mereka. Akhirnya......silahkan dilanjutkan!

Tidakkah kita melihat umat Islam ikutan bangga dengan simbol-simbol mereka? Seperti memajang pohon natal di tokonya. Sekalipun niat awal untuk menarik para pembeli. Memakai topi santa claus, dsb.

Tidakkah kita merasa khawatir bila girah keislaman ini sedikit demi sedikit terkikis dari hati kita. Tidakkah kita cemas bila generasi pelanjut memandang semua agama sama saja. Boleh pilih-pilih dan gonta-ganti bagaikan memilih menu makanan dan berganti pakaian?

Diawali dengan pandangan sepele. Selangkah-demi selangkah masuk perangkap. Akhirnya hanyut tanpa sadar.

Takutnya sadar baru muncul ketika malaikat Maut datang menyapa. Tiada arti bila taubat di dalam neraka.

Ucapkan no untuk ungkapan "selamat natal"!

"Bagimu agamamu dan bagiku agamaku" (Al Kafirun: 6)


By: Ustd.Nandang Burhanudin

 

0 komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.

Perindu Syurga

Perindu Syurga
Cinta Kerja Harmoni

About Me

Followers

Pageviews

Hikmah Hari Ini

“Saya bersama kalian, saya berada diantara kalian, untuk memegang teguh syari’at Undang-undang. Kita mencintai Rab Kita melebihi tanah air kita, dan kita berbuat adil, adil dengan apa yang kita katakan. Kami menginginkan kemerdekaan dan keadilan untuk anak anak kita.” (Muhammad Mursi).