PERINDU SYURGA

Hati bersatu karena kerinduan pada Illahi

Perbincangan mengenai ISIS menjadi tema hangat akhir-akhir ini. Ada yang pro maupun kontra. Tak jarang ukhuwah menjadi renggang. Menanggapi isu ini, sekjen Majelis Intelektual dan Ulama Muda Indonesia (MIUMI), Bachtiar Natsir menyarankan umat Islam untuk bersabar dan menahan diri.

Alumni Universitas Islam Madinah ini menjelaskan umat juga harus memahami bagaimana definisi khilafah dalam Islam yang benar, dan tak kalah pentingnya harus mendengarkan apa kata ulama di Indonesia.
Dia mengatakan ada beberapa poin yang harus dicermati secara seksama terkait deklarasi ISIS dengan Abu Bakar Al Baghdadi sebagai pimpinannya dan bagaimana umat Indonesia harus bersikap menanggapi peristiwa ini.

Berikut adalah poin-poin yang disampaikan oleh UBN kepada wartawan Bumisyam dan Islampos.


Pertama, masalah kesimpangsiuran informasi seputar kesepakatan adanya khilafah bentukan ISIS.
Secara syari harusnya disepakati mayoritas ulama sedunia, tidak hanya sekelompok kecil seperti ISIS. Ini terbukti dengan tidak sepakatnya ulama-ulama Islam sedunia, bahkan ulama Suriah sendiri.

Kedua, lanjutnya, tidak semudah dan tidak secepat ini proses menyosialisasikan khilafah. Apalagi dengan baiat jarak jauh tanpa perwakilan atau utusan terpercaya. Ini tidak bisa, kita nikah saja pakai online masih belum sah. Apalagi masalah besar seperti ini yang dampaknya sangat besar ke umat.
“Ini bukan soal bikin yayasan atau komunitas. Ini masalah Islam seluruh dunia,” katanya.

Sementara ketiga, akan ada kondisi eksternal yang umat rasakan kalau memang khilafah ini datangnya dari Allah SWT, akan ada suasana yang Allah berkahi.

Jika Allah sudah menetapkan keputusannya (tegaknya khilafah), maka seluruh umat Islam tidak terperangkap dalam syubhat, insya Allah dan insya Allah hati umat yang matanya tidak buta dan betul-betul punya hati akan cepat menyepakati. Sebab menurutnya ada dukungan eksternal yang membuat umat tertarik untuk mendukungnya.

UBN, sapaan akrabnya, juga mengingatkan agar antar harokah (organisasi) di dalam negeri harus bisa menjaga ukhuwah islamiyah. Bahwa kemudian nanti kelompok perjuangan di Suriah selain ISIS memutuskan untuk siap berhadap-hadapan dengan ISIS di lapangan, itu sudah merupakan keputusan mereka secara jihad di lapangan.

“Kita yang tidak tahu kondisi lapangan ga usah ikut campur. Kita hanya bertugas untuk menjaga kebersamaan di dalam negeri,” ujarnya.

Oleh sebab mereka (kelompok perjuangan di Timur Tengah) yang tahu bagaimana kondisi yang sebenarnya, maka UBN menyarankan agar biarlah mereka memutuskan kondisi lapangan sesuai keadaannya. Jika ada keputusan dari kelompok kontra ISIS untuk berhadapan ISIS maka umat Islam di Indonesia harus menghargai keputusan mereka.

“Tapi kita di Indonesia, yang pro-ISIS dan yang kontra, tidak usah terlibat sebab kita di medan dan kondisi yang berbeda. Jangan membawa kondisi di lapangan (Suriah) ke Indonesia yang merupakan bukan daarul harb,” katanya.

“Kita harus tetap menjaga (ukhuwah) sehingga suatu saat mereka menemukan solusi di lapangan ya kita doakan mudah-mudahan ketemu solusinya,” tambah UBN.

Kemudian, lanjut UBN, jika suatu saat nanti terjadi friksi di lapangan maka umat harus belajar dari apa yang terjadi di Afghanistan. Artinya, kata pria asal Makassar ini, jangan memulai kesalahan dua kali. Mereka (yang di Afghanistan) seharusnya bersatu, kemenangan sudah Allah persiapkan untuk mereka tetapi akhirnya terpecah-belah dan mereka tidak mendapatkan apa-apa.

Poin keempat UBN mengingatkan umat untuk melihat kembali sejarah kelam Islam di masa lampau. Menurutnya suasana yang terjadi saat ini betul-betul seperti di masa Ibnu Saba, sang bapak kandung Syiah di masa Ali bin Abi Thalib radhiyallau anhu. Zaman sekarang tingkat kesimpangsiurannya sangat tinggi, sama seperti zaman Ibnu Saba.

Mereka para As-Sabaiyun (kaum Ibnu Saba) sangat lihai bermain di dalam kondisi seperti ini. Untuk itu UBN mengingatkan kepada umat Islam hendaklah selalu merujuk informasi kepada media-media Islam yang memahami peta lapangan dan yang menginginkan kebaikan kepada umat Islam.

Dia tidak menyarankan umat untuk terlalu percaya kepada media-media sekuler yang tidak paham kondisi lapangan, yang tidak menginginkan Islam tegak sebagaimana mestinya sebab kebanyakan dari mereka mengidap islamophobia. Rahmatan lil alamin dalam persepsi media sekuler adalah rahmatan lil alamin yang tidak adil dalam kacamata Islam.

“Ini yang harus kita jaga. Dan saya harap media-media Islam memposisikan diri menjadi media-media rujukan kepercayaan umat dengan bahasa-bahasa dan opini-opini yang sesuai dengan unsur syariyyah,” jelasnya. “Karena tanpa dirasa sebetulnya opini-opini media Islam bisa menjadi fatwa tanpa disadari dalam kondisi seperti ini.”

Poin yang kelima beliau dikhususkan kepada aktivis harokah islamiyyah agar jangan mengambil keputusan apapun sebelum mendengar musyawarah sekumpulan ulama yang terpercaya di Indonesia, yaitu yang alim, mukhlis dan amil. Menurutnya jika kelima poin ini bisa dihadapi dengan baik insya Allah akan ketemu yang keenam bahwa segala sikap dan tindakan kita terstruktur.

“Yaitu tunggu apa kata ulama, dengarkan hasil musyawarah para ulama dan tentunya para ulama tidak akan mengambil keputusan tanpa mendengar informasi-informasi lapangan baik dari sumber terpecaya maupun dari pelaku-pelaku langsung, baik di Ghoutah, Gaza, Irak dan di seluruh Syam,” pungkasnya seperti dikutip Bumisyam.com. [Pz/Islampos]

0 komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.

Perindu Syurga

Perindu Syurga
Cinta Kerja Harmoni

About Me

Followers

Pageviews

Hikmah Hari Ini

“Saya bersama kalian, saya berada diantara kalian, untuk memegang teguh syari’at Undang-undang. Kita mencintai Rab Kita melebihi tanah air kita, dan kita berbuat adil, adil dengan apa yang kita katakan. Kami menginginkan kemerdekaan dan keadilan untuk anak anak kita.” (Muhammad Mursi).