Tas ransel selalu menempel di pundak. Gaya dan penampilannya memang santai. jauh dari kesan jaim alias jaga image. Dia buka tipe pria pernuh gengsi, walaupun menyandang jabatan terbilang mentereng, anggota Dewan Perwakilan Rakyat yang terhormat. Sederhana dan ramah.
Itulah penampilan sehari-hari Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) di MPR TB Soenmandjaja, sosok yang langka di DPR. Ketika TRIBUNnews.com menemuinya di gedung parlemen di kawasan Senayan, Jakarta Pusat, Kamis (21/2), untuk wawancara, Sumandjaya sedang memimpin rapat di MPR. Ia punya banyak pengalaman unik di kantor perwakilan rakyat itu, bahkan hingga dikejar-kejar keamanan.
Soenman memang dikenal sebagai sosok sederhana. Tidak seperti kebanyakan anggota DPR lainnya yang bergaya hidup glamour, mobil mewah, atau tas jinjing bermerk mengilap. Sedangkan Soenman, sapaan Soenmandjaja tidak.
Untuk urusan angkutan, ia memilih menumpang kereta listrik sebagai moda transportasi utama. KRL merupakan salah satu simbol angkutan umum yang digemari rakyat di seputar Jakarta.
Soenman yang dududk di Komisi II DPR itu sebenarnya memiliki dua mobil, yakni Toyota Rush dan Suzuki APV untuk mencapai Senayan. Namun, ia tetap memilih angkutan umum. “Kalau naik kereta bisa ada waktu untuk berolahraga,” katanya.
Ia menceritakan awalnya senang menaiki kereta listrik sejak tahun 1982 saat menjalani kursus di Jakarta. Lokasi kursus tersebut dekat dengan stasiun Cikini sehingga ia lebih memilih kereta listrik. Dari Bogor ke Jakarta dengan menumpang kereta, waktu yang dibutuhkan kurang lebih satu jam.
Sedangkan ketika mengendarai mobil sendiri, saat macet mungkin bia 3 sampai 5 jam, hampir setengah hari.
Ketagihan menumpang kereta api, membuat Soenman terbiasa hingga terpilih sebagai anggota dewan pada tahun 1999 melalui Partai Keadilan. Saat itu angkutan umum yang dipilih diselingi antara kereta api dan bus. Pasalnya, bus yang ditumpanginya dari Bogor melewati kawasan depan kompleks parlemen.
“Tapi tahun 2001, bus itu dilarang lewat depan kompleks parlemen dan harus turun di Slipi Jaya, akhirnya saya memilih kereta,” ujar Suman.
Pada Tahun 2002, anggota majelis Syuro PKS itu pindah ke Kabupaten Bogor untuk mendekatkan diri kepada kontituen, pemilihnya. Untuk menjangkau Jakarta, setiap hari, ia berangkat dari rumah pada pukul 05.30 WIB. Ia terlebih dahulu menuju Stasiun Cilebut, Bogor.
“Naik ojek dulu dari rumah lalu naik kereta dari Cilebut ke Stasiun Karet, kemudian naik Kopaja 608 turun di BPK,” imbuhnya. Gedung BPK dan Gedung DPR berseberangan di Jalan Gatot Soebroto Jakarta. Untuk menuju kompleks parlemen, ia harus naik turun jembatna penyeberangan orang.
Saat ini, ia mengaku sering tiba di Gedung DPR pada pukul 08.00 WIB. Setibanya di DPR ia kemudian berolahraga bersama pegawai di pusat kebugaran. “Kalau naik mobil, pasti tidak bisa berolahraga,” ujar Suman sembari menyebut dari sisi biaya, lebih irit menumpang kereta api dibandingkan menyetir mobil sendiri.
Soenman menceritakan banyak kegiatan positif dari menumpang kereta. Salah satunya adalah bersosialisasi dengan berbagai macam penumpang. Ia biasa berdiskusi dengan mahasiswa mengenai perkembangan politik dan negara. “Mahasiswa itu tidak mengenali saya. Saya bilang kerja di Senayan jadi staf,” tuturnya.
Namun, ketika mahasiswa itu mengetahui Soenman merupakan anggota DPR, ada sebagian pula yang menyindir mengenai pilihannya menumpang kereta. “Ada yang bilang kok anggota dewan naik kereta, saya bilang ini pilihan, memangnya ada yang ngelarang anggota dewan naik kereta,” imbuhnya.
Warga biasa yang menjadi teman-teman Soenman selaku pengguna kereta api pun akhirnya mengerti. Bahkan, mahasiswa itu ikut mengajaknya memperjuangkan nasib pedagang di stasiun kereta api yang digusur PT KAI selaku pengelola stasiun. Selain itu, Suman juga ikut perkumpulan penumpang kereta yakni KRL Mania. Komunitas itu biasa berbicang melalui dunia maya yakni Twitter.
“Sempat diajak kopi darat. Tapi saya masih sibuk belum sempat kopi darat jadinya,” imbuh Soenman.
Mengenai pengalaman di kereta, Soenman sempat menceritakan pengalaman ketika orang di dekatnya dituduh mencopet. Ia pun langsung melindungi orang tersebut dari amuk massa. “Saya bilang, kita turunkan di stasiun, lalu kasih Polsuska,” ujar Soenman.
Soenman pun memiliki banyak kejadian ketika dengan pengamanan dalam (Pamdal) DPR ketika berjalan kaki menuju Gedung DPR. Sempat ia digeledah oleh Pamdal saat masuk ke Gedung DPR melalui pintu depan. Saat itu, Pamdal langsung menggeledah tas ransel yang dibawanya. Padahal, ia telah menyerahkan kartu identitas anggota DPR. “Saat Pamdal membaca bahwa saya anggota DPR, ia langsung memberi hormat,” tuturnya.
Saat ia akan keluar dari Gedung DPR melalui pintu belakang, ia dikejar Pamdal (sekuriti/pengamanan dalam) karena curiga. Saat ia memberikan kartu identitas, Pamdal tidak percaya. Bahkan, Suman dibawa ke kantor Pamdal. Setelah itu ia memperlihatkan kartu identitasnya.
“Akhirnya mereka minta maaf,” tuturnya.
Di lain waktu ia juga ditanya Pamdal ingin bertemu siapa, dikira ia adalah orang biasa. Ketika mengetahui, Soenman Anggota DPR, Pamdal tersebut malah bertanya mengapa ia memilih jalan kaki ke DPR. “Saya bilang itu pilihan,” katanya.
Mengenai gaya hidup glamour politisi Senayan, ia tidak berpikiran negatif. Soenman mengatakan banyak anggota DPR yang berpenghasilan diatas rata-rata sebelum terpilih. Sehingga untuk menaiki angkutan umum itu hanya pilihan. “Rumah saya juga tidak pakai AC dan anak-anak saya pakai angkutan umum kalau ke sekolah,” tuturnya.
Ia menyarankan kepada pemerintah mengenai kereta api agar sepadan rel kereta api terbebas dari tempat tinggal dan tempat bisnis. Hal itu dilakukan untuk meminimalisir kecelakaan. Sementara untuk moda transportasi umum perlu dilakukan pengendalian jumlah kendaraan.
Lalu transportasi umum yang nyaman serta bersinergi antar jenis angkutan massal. “Ketepatan waktu angkutan umum yang harus diperhatikan,” katanya.
Pemilu sebentar lagi. Soenman mengatakan ia belum mengetahui apakah akan menjadi calon legislatif kembali atau tidak. Pasalnya pengajuan caleg tergantung pada kebijakan PKS. Ia mengaku tidak dapat mengintervensi badan pemilihan caleg. Bahkan ia mengatakan lebih memilih tidak menjadi anggota dewan.
“Jadi anggota dewan berat, melaksanakan fungsi kedewaan, bagaimana membawa anspirasi masyarakat yang memilih,” tuturnya.
Untuk itu, ia belum memiliki persiapan menuju pemilu 2014. Suman mengatakan PKS memerintahkan agar terus bekerja turun ke masyarakat. Pada tahun 2009 pun, ia mengatakan tidak ada persiapan.
Yang ia jalankan hanya bersilaturahmi dan partai ikut membantu menyosialisasikan namanya. Suman juga mengatakan bahwa PKS tidak melakukan pungutan ketika mendaftar menjadi caleg. “Cuma isi formulir saja lalu dikembalikan ke partai,” kata Soenmandjaya. [tribunnews]
0 komentar:
Posting Komentar