PERINDU SYURGA

Hati bersatu karena kerinduan pada Illahi

:::::::: SENYUM NYA HENDROPRIYONO, BADAI BAGI PKS ::::::::

Trilogi Bagian kedua


Analogi kecemasan dari Hendropriyono bila fenomena PKS melebihi ekspektasi lembaga survey yang ada dan Bukan hal mimpi, seandainya pada tahun 2014, posisi PKS 3 besar, berarti pada pilpres, PKS dapat mengajukan calon presiden sendiri dgn pertimbangan bargaining position sbg partai 3 besar.
Hendropriyono sudah dapat menganalisa sejak 2001-2004 ketika dirinya menjabat kepala BIN Ditambah motif pesanan sewaktu masa Pangkopkamtib tahun 1983-1988 dibawah pimpinan LB MOERDANI

Ditahun1985-1987, Hendropriyono menjabat Asisten Intelejen Kodam V Jaya

Ditahun 1987-1991 Hendropriyono menjabat Danrem Garuda Hitam lampung dan bersamaan tahun tersebut terjadilah peristiwa Talangsari



Sebagai seorang intelejen yang dibangun dgn doktrin “anti kejayaan islam” tentu sosok Hendropriyono paling fasih dengansesuatu yang berbau anti gerakan islam dan menginventaris gerakan islam yg potensial berjaya ,selanjutnya dia menyebut gerakan islam itu dgn OTB alias Organisasi Tanpa Bentuk

Sebenarnya, usaha-usaha untuk menghancurkan gerakan islam itu sudah lama dilakukan seorang Hendropriyono .Ingat dulu, aktivis tarbiyah kampus dan rohis sempat di gembor gemborkan sel sel NII ? Padahal, NII terutama KW9 adalah bentuk campur tangan Hendropriyono lewat panji gumilang pemimpin az Zaytun ( negara boneka utk mendiskreditkan islam)

Isu isu dan propaganda sudah sering intelejen lakukan untuk mencoreng kebersihan gerakan islam Hingga akhirnya, Hendropriyono sibuk dgn karier untuk menggapai pencapaian tertinggi menjadi kepala BIN

Sementara OTB menyelamatkan bentuknya dengan menjadi gerakan perjuangan parlementer dgn membentuk partai resmi yaitu PK ( Partai Keadilan )

Sewaktu Hendropriyono menjabat kepala BIN, ada wadah yang dibuat oleh Hendropriyono dgn nama Dewan Analisis Strategik (DAS) didewan ini ada nama Thony Saut Situmorang, dengan backgroundnya yg juga seorang dosen di Universitas Indonesia

Selesai menjabat menjadi kepala BIN, operasi menggilas PKS di jalankan, berkat blueprint analisis yg dibuat DAS BIN .Perekrutan Ahmad Fathanah pada 2004 ibaratnya menciptakan sebuah pion tempur bagi Hendropriyono kepada pergerakan dalam PKS .Ingat, dia begitu gigih sejak 2001-2004 menginventaris titik titik kelemahan PKS dan selama tiga tahun itulah, ada target-target yg harus di capai seorang Ahmad Fathanah selaku “pion tempur “

Sebenar nya aksi operasi itu telah dibuktikan pada tahun 2005 lewat kasus voucher, dgn target LHI sebagai bendahara umum PKS .Usaha pengadilan yang gagal, ternyata team hendropriyono balik lagi ke barak untuk mengevaluasi kegagalan kasus voucher yg ujungnya ternyata menyeret nama ustad Hidayat Nur Wahid .Kegagalan dalam kasus voucher, dinilai dewan analisis strategik BIN karena miskin “bom media” dan tidak ada nya alat barometer milik negara



=========================


Operasi kedua dilancarkan,
Ahmad Fathanah kembali berusaha masuk lingkungan pimpinan PKS lewat SKSD dan pengetahuan bahasa arab yg mumpuni , kemudian ditetapkanlah Departemen Pertanian menjadi tempat operasi pembusukan , karena DAS BIN memiliki analisis bahwa Kementan sudah dua periode di bawah tampuk pimpinan orang PKS. Maka wajar, DAS merasa ada “bahan” yang bisa dijadikan umpan

Masuklah “ bahan” operasi, berupa penetapan kuota daging impor .” bahan” nya sdh ada dan umpan pun mulai diciptakan, tanpa disadari Ahmad Fathanah ada agen pion lain nya bernama Elda Devianne Adiningrat ( EDA )

Ahmad fathanah memang ditugasi utk infiltrasi ke tubuh internal pimpinan PKS, lewat usaha acak acak SKSD ala makelar proyek ,Tetapi DAS BIN punya sosok EDA, yang berhasil dijerat BIN melalui suami nya yg bernama Deny Pramudia Adiningrat, Elda dan Deny adiningrat ini punya perusahaan PT RADINA NIAGA MULIA yg bergerak didalam penyedian benih bibit jagung hibrida.

secara kebetulan atau tidak, pimpinan PKS yaitu Soeripto pernah diseret-seret terkait kasus benih jagung hibrida ini ;) Jadi memang sudah menjadi hajat utama sejak lama dari Hendropriyono melalui DAS BIN, yaitu berusaha ingin menjatuhkan PKS lewat kasus kasus antah berantah ,Hingga akhirnya kasus suap impor daging sapi terjadi (kombinasi sempurna dari unsur penguasa,pengusaha dan media)

Elda Devianne Adiningrat lewat suami-nya Deny Pramudia Adiningrat itu “punya” masalah dgn PT INDONESIA CIPTA INVESTAMA milik Thony Saut Situmorang. Sebenarnya masalah itu memang sengaja dibuat, untuk menjerat EDA dan suami karena punya akses di Kementan agar mau menjadi operate aksi missi ( entry point )

Lalu EDA dan Ahmad Fathanah pun menjadi satu bagian diKementan , Elda jadi broker bagi perusahaan pengimpor ,sementara Fathanah menjadi makelar perantara untuk SKSD persetujuan kepada para pimpinan PKS

Itupun masih dinilai belum lengkap bagi DAS BIN ,belajar dari evaluasi kegagalan kasus voucher dan kasus benih jagung hibrida DAS BIN perlu adanya media dan lembaga yg menjadi katalisator operasi ( arena untuk bertempur )

Hendropriyono kemudian menggunakan sosok Mubarok sang Godfather kaum JIL yg sedang “sakit partainya” agar mau bekerjasama kemudian menggunakan TEMPO-nya Gunawan Muhammad sebagai media test case ( tempat untuk menggoreng kasus agar lebih terfestivalisasi publik)

Ingat, kasus kuota impor daging ini pernah menjadi headline pada Mei-Juni 2011 pada TEMPO, dan ini merupakan pemanasan awal alias test case

BERSAMBUNG

selanjutnya nanti di jelaskan bagaimana 'bahan' yg sudah ada itu menjadi umpan hingga 'bom' bagi PKS


1 komentar:

Operasi Hendro pasti gagal bahkan bisa berbalik PKS semakin besar ingat kasus Haramain HNW, malah terpilih jadi ketua MPR setelah diisukan teroris.

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.

Perindu Syurga

Perindu Syurga
Cinta Kerja Harmoni

Arsip Tulisan

About Me

Followers

Pageviews

Hikmah Hari Ini

“Saya bersama kalian, saya berada diantara kalian, untuk memegang teguh syari’at Undang-undang. Kita mencintai Rab Kita melebihi tanah air kita, dan kita berbuat adil, adil dengan apa yang kita katakan. Kami menginginkan kemerdekaan dan keadilan untuk anak anak kita.” (Muhammad Mursi).