Dakwah itu Mendewasakan Bukan Mendewakan
By: Nandang Burhanudin
*****
Hal lumrah dalam kehidupan sosial, saat kita berada di sebuah
komunitas, kita kerap akan ditanya; "Sudah berapa lama?" "SUdah level
apa?" "Sekarang posisi dimana?" "Jabatannya apa?" Malah terngiang dalam
benak saya, saat tahun 2004 di daerah Cileungsi Kab. Bogor ada yang
sedikit merendahkan posisi saya yang menurutnya "tak ideal".
Saya hanya tersenyum dan hanya bisa mengatakan, "Anda belum dewasa!"
Ketahuilah, inti dari kita berdakwah dan masuk dalam komunitas
tarbiyyah, bukan mencari posisi wueeenak sehingga sekian orang akan
mendewakan. Tapi sekian lama tarbiyyah itulah, berapa matang kedewasaan
kita dalam bersikap.
Saya sendiri dipastikan, dalam dakwah ini
-di level apapun- saya bukan pemilik resep spesial, sehingga layak
dimata-matai makhluk kecil plankton yang tak kenal lelah mengejar-ngejar
Tuan Crabs. Saya juga bukanlah sosok Tuan Crabs itu sendiri yang
dikenal sebagai pewaris, perintis, bahkan yang membabat alas
(as-saabiquuna al-awwaluun,) atau yang besar jasanya mendirikan dan
membesarkan restoran cepat saji hingga membuat aturan ketat terhadap
bawahannya, Spongebob cs. Aturan yang menurut Squidward, karyawan yang
malas, manja, dan tak kreatif sebagai aturan yang semena-mena.
Bisa jadi, posisi saya hanyalah rekruitan dari segenap jala-jala
perkawanan dan kebajikan di masa lalu. Tak ubahnya Spongebob yang di
awal-awal bekerja hanya menjadi pramusaji; menghidangkan makanan yang
sudah siap dengan aturan 4S (Senyum, Salam, Sapa, Sopan). Namun
ternyata, pengalaman menjadi pramusaji itulah yang membuat Spongebob
jauh lebih bijak, dewasa, supel, dan jarang mengeluh. Rasa tanggungjawab
untuk memajukan restoran, teramat besar. Ia korbankan waktu, tenaga,
pikiran, keluarga, hingga ancaman dari si mata satu Plankton. Hal yang
membuat Spongebob tetap teguh pendirian, tak rela hati untuk
mengungkapkan keburukan restoran Tuan Crabs yang sebenarnya masih belum
maksimal menyentuh sisi-sisi hajat dirinya. Spongebob memilih setia.
Kepuasan Senyum, Salam, Sapa, Sopan lebih kokoh menghujam daripada
rayuan materi yang disodorkan.
Terlepas dari sisi negatif
tayangan Spongebob, dengan kacamata kedewasaan, kita akan jujur ada
banyak makna yang bisa kita hayati dari setiap episode Spongebob. Salah
satunya adalah; fokus pada program-program inovatif bukan pada
kekurangan restoran. Baik dari kekurangan SDM, dana, reward, hingga
pengakuan dari Tuan Crabs. Di sisi lain, Spongebob tidak Geer saat si
mata satu Plankton selalu memuji-mujinya. Bahkan terkadang memuji
masakan di restoran Tuan Crabs. Spongebob tahu, bahwa si mata satu
Plankton pasti ada udang di balik batu. Sama halnya dengan dakwah ini.
Syaikh Ahmad Deedat mengatakan, "JIka ada Yahudi atau Nasrani memuji
seorang Islam, ketahuilah bahwa si muslim itu tengah berada dalam
kebatilan." (SYaikh Ahmad Deedat)
Namun sikap Spongebob patut
diacungi jempol. Ia ungkapkan apa gonjang-ganjing miring yang terjadi di
lapangan. Terlepas mau terima atau tidak. Prinsipnya dalam dakwah
adalah; tawaashauu bilhaqqi watawaashshau bisshshabri watawaashshau
bilmarhamah. Bukan apa-apa! Bisa jadi ada perbedaan laporan yang
diterima dengan yang terjadi di lapangan.
Bagi saya, sekali
lagi tarbiyyah bukanlah mendewakan sehingga tak tersentuh nasihat atau
tadzkirah. Tapi tarbiyyah dan dakwah adalah mendewasakan. Kurun waktu
tarbiyah dan sekian lama ia bergabung, bukan standar jaminan ia dewasa.
Justru kebanyakan, orang-orang lama itu kembali seperti kanak-kanak,
ingin dimaklumi, ingin diakui, bahkan lebih parah lagi senang dengan
mainan. Sekali dinasihati atau ditegur, langsung kabur bablas. Wal
'Iyaadzu Billah.
Diposting oleh
Agus eSWe
0 komentar:
Posting Komentar