PKS, Menyerahlah!
By: Nandang Burhanudin
****
PKS tak ubahnya rumah singgah yang dirawat indah. Setiap kali ada
kotoran, orang mudah melihatnya. Saat ada bercak hitam sekecil apapun,
siapapun teriak. Ada yang santun, "Maaf pak, khawatir khilaf .. mohon
dibersihkan!" Ada yang teriak kencang, "Wooy itu kotoran kelewat!" Ada
pula yang cenderung kasar, "Dasar, ngakunya aja partai dakwah! Omdo!" Ia
teriak sembari merokok, lupa shalat, dan sendirinya habis menikmati upah sebagai tukang buru babi hutan.
Tapi itulah realitas. Penjelasan Jubir PKS tentang dukungan Pencapresan
Megawati, menjadi headline di medsos dan media nasional. Komentar pun
beragam. "Tuh kan, apa gua kata! Yang namenye politik, kagak ada musuh
abadi, yang ada kepentingan abadi!" Itu komentar hebat. Ada pula yang
komen, "Segitunya ya pengen berkuasa! Dah tahu perempuan haram jadi
presiden!" Nah ada yang komen lebih nyinyir, "Mbuh, apa maunya PKS.
Makin jauh dari Islam! Jauh dari syariah!" Dahsyat bukan?
Uniknya, para komentator itu datang dari pihak luar, pengamat fresh from
the oven, atau dari mantan kader yang memori alam bawah sadarnya, masih
belum bisa melupakan PKS. Nah anehnya, hampir tak ditemukan komentar
miring para kader. Orang menyebutnya fanatik buta. Taklid pada qiyadah.
Bahkan ada yang menjuluki, kader PKS, manusia setengah gila. Entahlah!
Satu hal yang pasti, semua kader tengah sibuk dengan kerja diiringi
cinta meraih harmoni. Semua sibuk. Hampir tak ada waktu untuk menjadi
komentator. Karena yang dihadapan kader-kader adalah: kerja .. kerja ..
kerja. Sesuai intruksi Presiden PKS, "Menjadi otak, tulang punggung, dan
hatinya Indonesia." Tugasnya bekerja. Percaya pada qiyadah. Toch semua
akan diminta pertanggungan jawab di hadapan Allah Ta'ala. Titik!
Saya memandang, setelah peristiwa dramatisasi kasus LHI, psikologis
kader-kader PKS nampak semakin matang dan dewasa. Tidak lagi
sentimentil, apalagi terpancing untuk melakukan kebodohan yang sama
menjadi komentator ulung. Kader-kader PKS nampak patuh dengan nasihat
Syaikh Mutawalli Sya'rawi. Ulama kharismatik Mesir dengan tafsirnya
Tafsir Asy-Sya'rawi. Beliau mengatakan, "Pejuang sejati itu tak akan
bersedih kala berjumpa lawan. Berduka saat diterjang lawan, adalah ciri
dari kepandiran. Sedang pejuang yang cerdas, ia akan serap seluruh
keutamaan lawan."
Menurut Syaikh Sya'rawi, lawan atau musuh justru sangat bermanfaat. Di antaranya;
1. Lawan-lawan yang antipati, ia akan menjadi parameter kesigapan dan kegesitan gerak.
Tengoklah petarung-petarung unggul. sejarah membuktikan, ciri petarung
unggul adalah selalu mengukur siapa lawan yang akan dihadapi. Jangan
sampai untuk mengcounter status di FB atau celaan di Twitter, seorang
Juru Bicara DPP PKS meladeninya. Jika terdorong melayani, berarti PKS
tak akan lagi punya energi untuk menghadapi lawan tanding yang setara.
2. Lawan-lawan yang mengkritisi, jadikan ia sebagai parameter menuju
keistiqamahan terbaik. Hingga tidak ada lagi celah untuk melenceng atau
terseret rayuan-rayuan mafia.
Divonisnya LHI dengan 16 tahun
penjara, tentu sangat menyakitkan. Terlebih vonis atas praktik korupsi
yang baru "terduga". Kader-kader PKS sering gelagapan saat disinggung
masalah "Sapi". PKS= Partai Korupsi Sapi. Menghadapi tipe demikian, kita
tidak perlu capek memberi penjelasan. Biarkan uneg-uneg para pengkritik
itu tertumpah. Jika perlu dengan segala keresahan ia tumpahkan. Lalu
kita menjawabnya dengan amal nyata. Bagi PKS, presiden Partai itu bukan
jabatan suci yang untouchable. Jika salah, monggo dihukum. Jika tidak
bersihkan dan rehabilitasi nama baiknya.
3. Lawan-lawan
pencaci maki (haters), jadikan ia sebagai pelecut bagi seluruh
kader-kader PKS untuk mengerahkan segenap potensi spesial untuk meraih
kebaikan paling utama.
Jadi kalau ambisi PKS menjadikan
Indonesia sepenggal Firdaus. Lalu sepi rintangan dan kritikan dari lawan
atau haters. Dipastikan, yang dicapai bukan sepenggal Firdaus. Tapi
hanya seteguk obat bius yang melalaikan. Ingatlah bahwa pujian atas amal
yang tidak dilakukan, adalah musibah. Sedang pujian untuk amal yang
dilakukan, adalah ujian. Oleh karena itu, sepatutnya kader-kader PKS
tidak larut dalam cemberut karena diajak ribut. Pun tidak lepas kontrol
atas prestasi yang poll. Sikap demikian adalah manifestasi dari
keluhuran ikhlas.
Menyerahlah wahai kader-kader PKS! Menyerah
untuk tidak terbawa dagelan yang ditabuh para haters. Menyerahlah untuk
tidak egois. Kadang egois itu cerminan dari pesimistis. Ingatlah bahwa
bumi memiliki laut untuk langit dan langit memiliki hujan untuk bumi.
Terkadang ada baiknya jiwa kader dakwah itu seperti hamparan bumi dengan
lautannya yang luas. Kuat menahan derasnya hantaman air hujan! Namun
hujan itulah yang menumbuhkan tanaman harapan. Berbahagialah kader-kader
PKS! Saatnya untuk menyerah pada gelisah fitnah!
Diposting oleh
Agus eSWe
0 komentar:
Posting Komentar