Patut disyukuri, itu yang kami komentari dari fenomena ODOJ ini.
Perkembangannya begitu cepat bahkan sampai ke mancanegara hanya dalam
hitungan beberapa bulan. ODOJ merupakan program, lebih tepatnya
metodologi, agar orang bisa dan terbiasa, mengkhatamkan Al Quran sebulan
sekali. Dengan izin Allah Ta’ala, para odojers ini dipertemukan dalam
tujuan yang sama ingin mengkhatamkan Al Quran secara konsisten. Mereka
mendapatkan bi’ah (lingkungan) yang baik walau tidak saling jumpa,
mereka bisa saling mengingatkan, nasihat, menjaga semangat, dan tidak
ada kepentingan apa pun kecuali Al Quran. Banyak kisah-kisah inspiratif
dari para odojers, mereka begitu menikmatinya.
Upaya mengkhatamkan Al Quran sebulan sekali, merupakan salah satu jenis
usaha menjalankan perintah Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berikut
ini:
اقْرَإِ القُرْآنَ فِي شَهْرٍ
Maka, menjalankan sunah qauliyah dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam ini, di tengah manusia banyak yang melupakan Al Quran, lupa dengan sunah, dan lupa dengan agamanya secara umum, merupakan usaha yang sangat luar biasa, dan tidak mudah. Ini mesti didukung dan dikuatkan, bukan justru dicemooh dengan dasar asumsi semata, dengan menganggapnya riya, terpaksa, dan memberatkan. Kalau pun ada yang tergelincir dalam riya, atau dia terpaksa, maka hal tersebut kembali ke pribadinya masing-masing dan hubungannya dengan Allah Ta’ala. Ketergelinciran personal ini bukan hanya terjadi pada aktifitas membaca Al Quran, tetapi bisa terjadi pada haji, shalat, shaum, memberikan muhadharah, menulis, dan sebagainya. Semua ini bisa saja ada orang yang riya dan terpaksa. Tetapi bukan berarti semua amal ini menjadi jelek, dicemooh, dan dianulir, hanya karena ada person-person yang dijangkiti riya atau terpaksa.
Yang jelas, kami ingin mengapresiasi ODOJ ini dengan sebuah hadits Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam:
مَنْ سَنَّ فِي الْإِسْلَامِ سُنَّةً حَسَنَةً فَعُمِلَ بِهَا بَعْدَهُ كُتِبَ لَهُ مِثْلُ أَجْرِ مَنْ عَمِلَ بِهَا وَلَا يَنْقُصُ مِنْ أُجُورِهِمْ شَيْءٌ وَمَنْ سَنَّ فِي الْإِسْلَامِ سُنَّةً سَيِّئَةً فَعُمِلَ بِهَا بَعْدَهُ كُتِبَ عَلَيْهِ مِثْلُ وِزْرِ مَنْ عَمِلَ بِهَا وَلَا يَنْقُصُ مِنْ أَوْزَارِهِمْ شَيْءٌ
Menampakkan Amal Shalih? Silahkan!
Amat disayangkan adanya seorang penulis yang begitu bersemangat mengkritik ODOJ dengan alasan “menampakkan amal.” Dengan mengutip hadits tentang tujuh golongan manusia yang akan mendapatkan naungan Allah Ta’ala, di antaranya seorang yang bersedekah dengan tangan kanan tetapi tangan kirinya tidak tahu. Maksudnya orang yang bersedekah sembunyi-sembunyi, yang dengannya lebih mudah untuk ikhlas.
Tidak hanya itu, penulis tersebut juga memaparkan kebiasaan sebagian salaf yang lebih suka menyembunyikan amal shalih mereka, dan mereka malu jika menampakkan kepada orang lain. Ada ulama yang ketika membaca mushaf, langsung ditutupnya ketika ada orang yang melihatnya karena dia tidak mau orang tahu bahwa dia sedang membaca Al Quran, dan seterusnya. Padahal semua dalil yang dipaparkannya tak satu pun menunjukkan larangan menampakkan amal shalih, melainkan menganjurkan pilihan yang lebih aman dan keutamaan menyembunyikan amal shalih.
Kita mengetahui bahwa dalam ODOJ, masing-masing anggota melaporkan hasil bacaannya kepada penanggung jawab bahwa dia sudah menyelesaikan bacaannya, atau dia sedang sakit, atau muslimah yang haid, yang dengan itu tidak bisa menyelesaikan, dan seterusnya. Barangkali inilah yang menjadi sebab bahwa cara ODOJ ini seakan tidak syar’i, tidak sesuai sunnah.
Tidak ada dalilnya, baik Al Quran dan As Sunnah, menganggap menampakkan amal itu suatu yang buruk, tercela, dan terlarang, justru kadang menampakkan lebih baik dalam rangka menstimulus orang lain. Dengan itu dia bisa menjadi inisiator sunah hasanah yang diikuti banyak orang. Apalagi dalam keadaan terasingnya sebuah sunah di masyarakat, atau terasingnya kebiasaan baik, maka kembali menghidupkan dan mensyiarkannya secara terang-terangan adalah suatu yang mulia dan memliki keutamaan, sebab dia menghidupkan ajaran Islam yang tengah redup. Ada pun keadaan hati si pelakunya, apakah dia riya, ikhlas, sum’ah, de el el, serahkan kepada Allah Ta’ala, dan seorang muslim hendaknya berbaik sangka kepada saudaranya, bukan justru melemahkan dengan menyebutnya sebagai amal yang sebaiknya disembunyikan!
Allah Ta’ala Memuji Amal yang terangan dan tersembunyi
Kita akan dapatkan dalam pelita hidup setiap muslim, wahyu yang tidak ada keraguan di dalamnya, yang semua isinya adalah haq, yaitu Al Quran Al Karim, tentang anjuran beramal baik secara terang-terangan atau tersembunyi. Kedua cara ini memiliki ketumaan masing-masing. Tidaklah yang satu mendestruksi yang lain. Ini hanyalah masalah pilihan, yang keduanya sama-sama bagus.
Kami akan sampaikan beberapa ayat tentang pujian Allah Ta’ala dan perintahNya kepada manusia untuk berinfak secara tersembunyi atau terang-terangan.
Perhatikan ayat-ayat berikut ini:
الَّذِينَ يُنْفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ بِاللَّيْلِ وَالنَّهَارِ سِرًّا وَعَلَانِيَةً فَلَهُمْ أَجْرُهُمْ عِنْدَ رَبِّهِمْ وَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ
Al Hafizh Ibnu Katsir Rahimahullah menerangkan:
هذا مدح منه تعالى للمنفقين في سبيله، وابتغاء مرضاته في جميع الأوقات من ليل أو نهار، والأحوال من سر وجهار، حتى إن النفقة على الأهل تدخل في ذلك أيضا
Ayat lainnya:
وَالَّذِينَ صَبَرُوا ابْتِغَاءَ وَجْهِ رَبِّهِمْ وَأَقَامُوا الصَّلَاةَ وَأَنْفَقُوا مِمَّا رَزَقْنَاهُمْ سِرًّا وَعَلَانِيَةً وَيَدْرَءُونَ بِالْحَسَنَةِ السَّيِّئَةَ أُولَئِكَ لَهُمْ عُقْبَى الدَّارِ
Ayat lainnya:
قُلْ لِعِبَادِيَ الَّذِينَ آمَنُوا يُقِيمُوا الصَّلَاةَ وَيُنْفِقُوا مِمَّا رَزَقْنَاهُمْ سِرًّا وَعَلَانِيَةً مِنْ قَبْلِ أَنْ يَأْتِيَ يَوْمٌ لَا بَيْعٌ فِيهِ وَلَا خِلَالٌ
Lihat ayat ini, Allah Ta’ala memerintahkan berinfak baik secara sembunyi atau terang-terangan, Allah Ta’ala tidak memerintahkan yang sembunyi saja, tapi juga memerintahkan yang terang-terangan. Tidak mencelanya, justru memerintahkannya.
Al Hafizh Ibnu Katsir Rahimahullah menjelaskan:
وأمر تعالى بالإنفاق مما رزق في السر، أي: في الخفية، والعلانية وهي: الجهر، وليبادروا إلى ذلك لخلاص أنفسهم
Terang-terangan atau tersembunyi, keduanya bisa dilakukan pada amal yang wajib atau sunah. Berkata Syaikh Abdurrahman bin Nashir As Sa’di Rahimahullah:
{سِرًّا وَعَلانِيَةً} وهذا يشمل النفقة الواجبة كالزكاة ونفقة من تجب عليه نفقته، والمستحبة كالصدقات ونحوها.
Maka, berinfak –atau amal shalih apa saja- yang dilakukan secara tersembunyi dan menampakkannya, telah dimuliakan, dipuji, dan dianjurkan oleh Allah Ta’ala. Janganlah hawa nafsu manusia justru menganggap tercela yang satu dibanding yang lainnya. Jika tersembunyi, maka itu mulia karena hati Anda lebih selamat dari ‘ujub, riya’, jika terkait sedekah maka orang yang menerima sedekah tidak merasa malu menerimanya. Jika terang-terangan, maka itu juga mulia, karena Anda bisa menjadi pionir kebaikan, menjadi contoh buat yang lain, sehingga selain Anda mendapatkan pahala sendiri, Anda juga mendapatkan pahala mereka lantaran mereka mengikuti kebaikan Anda.
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pun memuji orang yang menampakkan amalnya
Alangkah baiknya jika ini juga diketahui oleh penulis tersebut. Jangan hanya menampilkan satu gambaran tentang para ulama yang sembunyi-sembunyi membaca Al Quran, tapi lupa menampilkan yang lainnya. Para sahabat nabi pun menampakkan amalnya, dan nabi tidak mencelanya justru memujinya. Telah masyhur
Para salaf jika berkumpul, mereka memperdengarkan salah seorang mereka untuk membaca Al Quran. Mereka tidak mengatakan, “Pelan-pelan aja suaranya, banyak orang nih, nanti kamu riya.” Ada pun para ODOJers, mereka membacanya masing-masing di rumah, tidak berjamaah, kadang dikantor, kadang di kendaraan, itu pun tanpa mengeraskan suara, sehingga tidak ada yang terganggu dengan suara mereka.
Imam An Nawawi Rahimahullah memaparkan:
اعلم أن جماعات من السلف كانوا يطلبون من أصحاب القراءة بالأصوات الحسنة أن يقرؤوا وهم يستمعون وهذا متفق على استحبابه وهو عادة الأخيار والمتعبدين وعباد الله الصالحين وهى سنة ثابتة عن رسول الله صلى الله عليه وسلم …..
Lihat ini, justru para salaf meminta untuk menampakkannya, mereka ingin menikmatinya. Begitu pula Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam terhadap bacaannya Abdullah bin Mas’ud Radhiallahu ‘Anhu, padahal wahyu turun kepadanya sendiri, tapi beliau ingin mendengarkannya dari orang lain.
Lalu Imam An Nawawi melanjutkan:
أنه كان يقول لأبي موسى الأشعري ذكرنا ربنا فيقرأ عنده القرآن. والآثار في هذا كثيرة معروفة
Nah, tak satu pun ada peringatan sesama mereka saat mereka meminta sahabatnya membaca Al Quran, “hati-hati riya ya …”, atau “jangan tampakkan suaramu kepada kami ..”.
Melaporkan dan menceritakan amal shalih, adalah riya?
Dalam komunitas ODOJ, ada penanggungjawab yang menerima laporan harian anggotanya, sudah sampai mana bacaannya, apakah sudah selesai satu juz atau belum. Hal ini tidak mengapa, sebagaimana seorang guru yang menanyakan hasil kerjaan, tugas hapalan, siswanya dan si guru memberikan batas waktu. Ini adalah tuntutan profesionalitas dalam beramal. Ini pun dilakukan Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan para sahabatnya.
Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bercerita tentang amal shalihnya:
وإني لأستغفر الله، في اليوم مائة مرة
Riwayat lainnya:
يا أيها الناس توبوا إلى الله، فإني أتوب، في اليوم إليه مائة، مرة
Para sahabat pun juga. Perhatikan dialog berikut ini:
عن أبي هريرة، قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: «من أصبح منكم اليوم صائما؟» قال أبو بكر رضي الله عنه: أنا، قال: «فمن تبع منكم اليوم جنازة؟» قال أبو بكر رضي الله عنه: أنا، قال: «فمن أطعم منكم اليوم مسكينا؟» قال أبو بكر رضي الله عنه: أنا، قال: «فمن عاد منكم اليوم مريضا؟» قال أبو بكر رضي الله عنه: أنا، فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم: «ما اجتمعن في امرئ، إلا دخل الجنة»
Inilah Abu Bakar Ash Shiddiq Radhiallahu ‘Anhu, dia tidak perlu malu untuk melaporkan apa yang sudah dia lakukan hari itu. Maka, tidak masalah seseorang menceritakan amalnya, yang penting tidak bermaksud memamerkannya, dan membanggakannya, tetapi agar orang lain mendapatkan ‘ibrah darinya. Pendengar pun tidak dibebani untuk membedah hati orang yang melaporkannya. Itu tidak perlu, tidak penting, dan tidak masyru’. Justru, yang masyru’ adalah kita mesti husnuzhzhan kepadanya.
Para ulama mengatakan:
إحسان الظن بالله عز وجل وبالمسلمين واجب
Kisah lainnya:
عَنْ جَابِرٍ، قَالَ: أَرْسَلَنِي رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ مُنْطَلِقٌ إِلَى بَنِي الْمُصْطَلِقِ، فَأَتَيْتُهُ وَهُوَ يُصَلِّي عَلَى بَعِيرِهِ ، فَكَلَّمْتُهُ، فَقَالَ بِيَدِهِ هَكَذَا، ثُمَّ كَلَّمْتُهُ، فَقَالَ بِيَدِهِ هَكَذَا، وَأَنَا أَسْمَعُهُ يَقْرَأُ، وَيُومِئُ بِرَأْسِهِ، فَلَمَّا فَرَغَ قَالَ: " مَا فَعَلْتَ فِي الَّذِي أَرْسَلْتُكَ، فَإِنَّهُ لَمْ يَمْنَعْنِي إِلَّا أَنِّي كُنْتُ أُصَلِّي.
Dalam kisah ini, Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam meminta laporan kerja dari Jabir bin Abdullah Radhiallahu ‘Anhu tanpa harus khawatir riya-nya Jabir jika dia melaporkannya.
Banyak sekali kitab yang menceritakan para ulama yang berkisah tentang ibadahnya, shaumnya, shalatnya, jihadnya, bahkan mimpinya. Tentu kita berbaik sangka, jangan menuduh mereka telah riya dalam penceritaannya.
Menggembos amal shalih dengan menuduh riya adalah Akhlak Kaum Munafiq
Inilah yang terjadi, gara-gara seseorang menuduh saudaranya riya, atau menakut-nakuti dari menampakkan amal shalih, akhirnya perlahan-lahan ada yang membatalkan amal shalihnya karena takut disebut riya, takut tidak ikhlas.
Inilah yang dilakukan orang munafiq pada zaman nabi, mereka menuduh para sahabat riya, padahal mereka (kaum munafiq) sendiri yang riya.
Dari Abu Mas’ud Radhiallahu ‘Anhu, dia bercerita:
“Sesudah Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wa Sallam memerintahkan kami untuk bersedekah, maka Abu Uqail bersedekah dengan satu sha’, dan datang seseorang dengan membawa lebih banyak dari itu, lalu orang-orang munafik berkata:
“Allah ‘Azza wa Jalla tidak membutuhkan sedekah orang ini, orang ini tidak melakukannya kecuali dengan riya. Lalu turunlah ayat:
الَّذِينَ يَلْمِزُونَ الْمُطَّوِّعِينَ مِنْ الْمُؤْمِنِينَ فِي الصَّدَقَاتِ وَالَّذِينَ لَا يَجِدُونَ إِلَّا جُهْدَهُمْ
Justru Allah Ta’ala menceritakan bahwa kaum munafikinlah yang riya.
Perhatikan ayat ini:
فَوَيْلٌ لِلْمُصَلِّينَ (4) الَّذِينَ هُمْ عَنْ صَلَاتِهِمْ سَاهُونَ (5) الَّذِينَ هُمْ يُرَاءُونَ (6)
Imam Ibnu Katsir menjelaskan, bahwa ayat ini menceritakan tentang sifat-sifat orang munafiq; lalai dari shalatnya, sekali pun shalat dia riya. Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengulang sampai tiga kali ucapan: tilka shalatul munaafiq (itulah shalatnya kaum munafik). Sebagaimana disebutkan dalam Shahihain. (Tafsir Al Quran Al ‘Azhim, 8/493)
Maka ... wahai Saudaraku ...
Janganlah kamu melemahkan dan menggembosi amal saudaramu ..., biarkanlah mereka beramal, membaca Al Quran satu juz sehari sesuai target dan program mereka. Karena Nabi kita tidak pernah memerintah kita membedah hati manusia, serahkanlah hati manusia kepada Allah Ta’ala.
Adakah kamu ketahui bahwa saudara-saudaramu itu menuntaskan satu juz Al Quran sehari untuk pujian manusia? Mencari popularitas dan kedudukan?
Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pernah berkata kepada Khalid bin Walid Radhiallahu ‘Anhu:
إِنِّي لَمْ أُومَرْ أَنْ أَنْقُبَ عَنْ قُلُوبِ النَّاسِ وَلاَ أَشُقَّ بُطُونَهُمْ
Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam juga pernah berkata kepada Usamah bin Zaid Radhiallahu ‘Anhu:
أفلا شققت عن قلبه حتى تعلم أقالها أم لا؟
Sederhananya, jangan mudah menyalah-nyalahkan amal shalih saudaramu, yang bisa jadi amal shalih tersebut belum tentu kamu bisa lakukan.
Karena Allah Ta’ala berfirman:
مَا عَلَى الْمُحْسِنِينَ مِن سَبِيلٍ
Wahai Saudaraku ……… Arahkan penamu ke pelaku maksiat yang terang-terangan, bukan kepada saudaramu yang sedang berlomba amal shalih secara terang-terangan.
Alangkah baiknya, penamu itu kamu arahkan untuk mereka yang terang-terangan beramal buruk, menyimpang, dan maksiat lainnya. Itu semua ada dihadapanmu. Kenapa begitu gagah dihadapan para pelaku kebaikan, tapi layu dihadapan para pelaku kemaksiatan? Allahul Musta’an!
Untuk Para ODOJers ……….
Alangkah indahnya nasihat Al Imam Fudhail bin ‘Iyadh Rahimahullah:
“Meninggalkan amalan karena manusia adalah riya` sedangkan beramal karena manusia adalah kesyirikan, adapun yang namanya ikhlash adalah ketika Allah menyelamatkanmu dari keduanya.” (Ucapan ini tersebar dalam banyak kitab, seperti Minhajul Qashidin-nya Imam Ibnu Qudamah, Tazkiyatun Nufuus-nya Imam Ibnu Rajab, dll)
Janganlah kalian batalkan amal shalih itu karena komentar miring manusia, dan jangan pula kalian lakukan karena mengharapkan ridha manusia, tetaplah beramal, dan jangan pernah pikirkan semua komentar yang membuat hati kalian guncang. Urusan kalian adalah kepada Allah Ta’ala bukan dengan mereka. Sibukkanlah hati kalian denganNya, biarlah mereka sibuk menyelediki hati kalian, sehingga mereka lupa dengan hatinya sendiri. Sebab di akhirat nanti kullu nafsimbima kasabat rahiinah (setiap jiwa bertanggung jawab atas perbuatannya masing-masing). Memintalah kepada Allah Ta’ala agar tetap dijaga dan selamatkan dari riya dan kesyirikan dalam beramal.
Wallahu A’lam Walillahil ‘Izzah walir Rasulih wal Mu’minin
Ustadz Farid Numan Hasan
0 komentar:
Posting Komentar