Saluran televisi satelit Pan-Arab Al Mayadin hari Jumat
(6/7/2012) menyiarkan pengakuan rekaman seorang pria Palestina yang
diduga mengaku meracuni makanan mendiang Yassir Arafat atas perintah
intelijen Israel, lansir Maan.
Video tersebut disinyalir direkam dalam penjara Israel Negev tahun
2006. Rekaman itu menunjukkan ada seorang tahanan Palestina yang sengaja
ditempatkan di penjara untuk menjadi mata-mata bagi Israel. Orang itu
ditanyai oleh penghuni penjara lainnya.
Tahanan itu mengatakan, ia direkrut dinas intelijen Israel pada tahun 2002. Seorang kolaborator lain membawanya masuk ke Al Quds (Yerusalem) untuk berkerja, dan mengenalkan dirinya kepada seorang pria lain bernama Yoram, yang merekrutnya menjadi kolaborator.
Tahanan tersebut mengaku diberi pakaian seragam militer Israel dan dilatih bersama tentara Israel selama dua bulan. Kemudian ia dibawa ke Al Quds, di mana petugas Israel mempertemukannya dengan beberapa kolaborator lain. Di sana mereka ditunjukkan rekaman video tentang Muqata, termasuk kamar Arafat dan dapur.
Menurut tahanan itu, kelompok kolaborator tersebut diperintahkan untuk masuk ke Muqata dengan cara bekerjasama dengan salah satu penjaga tempat itu.
Selanjutnya tahanan itu menceritakan, para jurumasak yang mengenakan seragam di dapur sudah selesai memasak hidangan untuk Arafat. Jurumasak pertama menolak untuk memasukkan racun, sedangkan seorang jurumasak lain bersedia memasukkan racun itu ke dalam nasi dan sup Arafat.
Dikurung dalam Muqata
Sebelum kematiannya, Yassir Arafat dilarang keluar Muqata oleh Zionis Israel selama tiga tahun, menyusul terjadinya Intifadah Kedua.
Arafat jatuh sakit pada Oktober 2004. Para dokter asing dari Tunisia, Mesir dan Yordania berdatangan untuk merawatnya, sementara publik diberitahu oleh para pembantu Arafat bahwa pemimpin Palestina itu hanya menderita flu.
Dalam keadaan fisik yang terlihat lemah dan kurus, Arafat kemudian diterbangkan ke sebuah rumah sakit militer di Prancis, di mana kemudian dia jatuh koma dan meninggal dunia pada 1 Nopember 2004.
Para dokter di Prancis yang merawat Arafat di akhir masa hidupnya mengaku tidak dapat mengidentifikasi penyebab kematiannya. Sementara para pejabat Prancis, berlindung di balik peraturan hukum tentang kerahasiaan, menolak membeberkan kondisi dan penyakit Arafat yang sebenarnya.
Polonium-210
Institute of Radiation Physics di Universitas Lausanne, Swiss, dipimpin oleh Francois Bochud, meneliti pakaian milik Arafat yang diberikan kepada istrinya Suha oleh pihak rumah sakit militer Prancis.
Para peneliti itu mengaku mendapati bekas zat radio aktif polonium-210 dalam kadar tinggi.
Polonium pernah digunakan untuk meracuni mantan mata-mata Rusia yang kemudian menjadi kritikus vokal kebijakan-kebijakan Kremlin, Alexander Litvinenko, lewat minuman es teh di sebuah hotel di London.
Hari Rabu lalu pemerintah Palestina di Ramallah bersedia untuk membongkar makam Arafat, guna mencari tahu penyebab kematian pemimpin perjuangan pembebasan rakyat Palestina PLO itu.
0 komentar:
Posting Komentar