Di tengah konflik berkepanjangan di Palestina ternyata para pemuda
Muslimnya dapat menyempatkan diri untuk menikmati bermain sepak bola.
Bahkan, ada yang menjadi prestasi hingga tingkat internasional.
Pertanyaannya apakah permainan tersebut merusak prinsip Aqidah dan
manhaj pemuda Palestina?
Alhamdulillah, redaksi arrahmah.com berkesempatan bertemu
dengan Imam Masjid Gaza sekaligus dosen dari Universitas Islam Gaza,
Syaikh Mahmud Hashem Anbar dan Syaikh Hani Rafiq Hameed Awwad. Keduanya
akan menghadiri Konferensi Internasional Al Quds dan Palestina yang akan
berlangsung di Bandung pada 4-5 Juli 2012.
Syaikh Hani menjelaskan, pada dasarnya Islam tidak melarang secara
khusus bermain sepak bola, bahkan Islam mengajarkan bagaimana seorang
Muslim yang kuat itu lebih baik daripada muslim yang lemah seperti
dengan menganjurkan seorang Muslim berlatih berkuda, berenang, memanah,
dan bergulat. “Hanya saja kita perlu mengatur waktu, agar suatu olah
raga tidak mengganggu hal yang lainnya,” kata dosen jurusan Hukum di
Universitas Islam Gaza ini, Jakarta, Senin (11/6).
Lanjutnya, di Gaza sendiri masyarakat banyak yang menyukai olahraga,
termasuk sepak bola. Namun aktifitas tersebut alhamdulillah tidak
menggangu para pemuda untuk menjalankan kewajiban mereka menimba ilmu
agama. Para pemuda di sana tetap menjadi penghafal al Qur’an dan
terlibat dalam aktifitas perjuangan melawan Israel.
“Bahkan, salah seorang tawanan Palestina di penjara Israel adalah
seorang pemain bola berprestasi, tetapi dia juga orang yang berribath (menjaga perbatasan dalam rangka berjihad), dia juga penghafal al-Qur’an,” papar Syaikh Hani.
Lebih dari itu, Palestina mempunyai dua orang pemain bola
internasional yang berprestasi yaitu Ahmad Kaskas dan Mahmud Zirziq yang
pernah bermain di Barcelona bersama Messi. “Mereka ini adalah aktifis
masjid dan hafal Qur’an 30 juz, Ahmad Kaskas saya sendiri yang
mendidiknya ilmu agama di masjid,” ungkap Syaikh Hani.
Sementara itu , Syaikh Mahmud turut menjelaskan bahwa memang di dalam
protokol Zionis disebutkan di dalamnya bahwa sepak bola harus menjadi
alat untuk menyibukkan para pemuda, sehingga mereka lupa dengan
agamanya.
“Namun, di Gaza kami sudah menyadarinya. Alhamdulillah hingga saat
ini, di Gaza tidak terlalu mengkhawatirkan, karena di sana para pemuda
tetap banyak memenuhi masjid untuk belajar agama dan menghafal
al-Qur’an,” ujar dosen jurusan Tafsir dan Sunnah Universitas Islam Gaza
ini.
Pria yang merupakan imam dan khatib Departemen Wakaf Gaza ini
menjelaskan pula, perihal pertandingan yang beberapa kali diadakan
dengan Indonesia, menurutnya hal tersebut positif saja, sebagai penguat
hubungan baik dengan Indonesia.
“Kekhawatiran anak-anak dan pemuda Palestina untuk meninggalkan ghiroh
Jihad dan mengganti idolanya kepada pemain bola Insya Allah tidak
terjadi. Karena kami terus mengawal mereka untuk mencintai para pejuang
dan Syuhada,” jelas Syaikh Mahmud.
Rep/Red: Fimadani
Diposting oleh
Agus eSWe
0 komentar:
Posting Komentar