PERINDU SYURGA

Hati bersatu karena kerinduan pada Illahi

Ustadz Hilmi (UH) keluar dari ruangan KPK kira-kira pada jam 15.00 WIB. Namun Tim pengamanan tidak bisa menjemput UH dari lobby karena puluhan wartawan sudah memenuhi dan mencegat di depan pintu, sepanjang kiri kanan railing dan di bawah tangga.
 
Upaya untuk mencari akses jalan alternatif gagal karena UH hanya boleh keluar dari pintu yang sudah dikerubuti wartawan.
 
Petugas security KPK tidak berusaha mengantisipasi dan mencegah kekacauan, hanya mengantar Ustadz Hilmi sampai railing pintu masuk. Ketika mobil penjemput sudah bersiap di depan pintu, tim pengamanan yang ada di luar berinisiatif membuka kerumunan wartawan, agar UH tidak terdesak dan terbentur kamera dan mikrofon wartawan.
 
Namun tim pengamanan yang berada di luar kerumunan terhalang puluhan wartawan yang tidak terkendali dan terus merangsek dan mengepung UH. Beberapa wartawan bahkan menerobos railing dan membuat UH semakin terdesak.
 
UH tertahan dihadang wartawan. Sempat berbicara, direkam, difoto dan disorot kamera. UH dengan susah payah menuruni tangga, namun terus didesak. Akhirnya terjadi saling desak karena tim pengamanan berusaha memberi jalan agar UH sampai ke mobil.
 
Wartawan semakin provokatif, dengan kata-kata makian maupun dengan tendangan kaki. Mereka juga berteriak copet.copettt. Ada juga yg berteriak “sikaat… hajaar… Apa lu ini bukan markas elu”.
 
Pertanyaan wartawan juga kasar, “Waktu diperiksa, Ustadz Hilimi terkencing-kencing nggak?” Dan pertanyaan2 lain yang menyudutkan.
 
Kameramen dan fotografer makin kalap menyorotkan kamera sambil beteriak-teriak, menunjuk2, menendang, menyodok dan membenturkan kamera, tripod dan mikrofon kepada tim pengamanan yang berusaha memberi jalan UH
 
Bbrp orang berbaju batik yang merekam dengan BB juga berteriak-teriak, dicurigai sbg provokator. Tim pengamanan yang mencoba membuka jalan dari belakang wartawan dan berusaha menembus kerumunan namun dipukuli puluhan kali dengan mikrofon maupun dengan kamera.
 
Tim pengamanan juga terpaksa melompat railing karena ingin menyelamatkan UH. Karena kalo dibiarkan UH bisa jatuh di undak-undakan, atau terbentur kamera dan mikrofon yang semakin merangsek.
 
Tim pengaman mencoba persuasif, “tolong hoi ini orang tua!” dll. Agar wartawan minggir dan tidak menghalangi pintu mobil. Petugas pengamanan terus berusaha membuka pintu dengan susah payah. Akhirnya pintu bisa dibuka, ustadz masuk mobil dan meninggalkan KPK.
 
Namun tiba2 terjadi kekacauan. Wartawan melampiaskan kemarahannya secara membabi buta. Seorang anggota tim pengamanan bernama RN dipukul kamera (kena bibir atas), diteriaki, ditendang dan dipukuli puluhan wartawan. RN mengalami luka di bibir atas serta memar di jari tangannya (karena menangkis dan melindungi kepalanya).
 
RN beberapa kali jatuh terduduk dan melindungi kepalanya. Para wartawan berteriak2 dengan kasar, menyebut anjing dll.
 
RN lari karena keselamatannya terancam. RN sempat beberapa kali jatuh, ditendang, dipukul dan diinjak-injak. TF berusaha melindungi RN, namun juga kena pukul dan tendangan.
 
RN diselamatkan dan dilindungi oleh petugas kepolisian berpakaian preman dan dibawa ke pos security Jasa Raharja di samping Gedung KPK. RN didampingi kawan-kawannya dibawa ke Polsek Setiabudi, bukan untuk ditahan tetapi dimintai keterangan dan akan dibantu kalau akan melakukan penuntutan.
 
Awalnya petugas polisi mengira kalau RN dkk ini adalah aparat. Namun dijelaskan bahwa mereka adalah tim pengamanan PKS. Akhirnya RN dkk diizinkan pulang.
 
Sempat beredar kabar bahwa yang terjadi adalah wartawan dikeroyok tim pengawal UH. Namun faktanya adalah wartawan sudah menunjukkan puncak kebenciannya dan melakukan tindakan premanisme yang memalukan. [dedi]
 
 
 

0 komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.

Perindu Syurga

Perindu Syurga
Cinta Kerja Harmoni

Arsip Tulisan

About Me

Followers

Pageviews

Hikmah Hari Ini

“Saya bersama kalian, saya berada diantara kalian, untuk memegang teguh syari’at Undang-undang. Kita mencintai Rab Kita melebihi tanah air kita, dan kita berbuat adil, adil dengan apa yang kita katakan. Kami menginginkan kemerdekaan dan keadilan untuk anak anak kita.” (Muhammad Mursi).