Banyak pelajaran dari surat terbuka ini, terutama dari sisi: bagaimana ulama' berpendapat dan bersikap. Selamat menyimak... [Musyafa AR]
Surat Terbuka DR. Muhammad Musa Asy-Syarif kepada DR. Muhammad Ismail Al-Muqdim
Seruan kepada Syekh Muhammad Ahmad Ismail Al-Muqdim – hafizhahuLlah
Saya berharap kepada siapa saja yang mengenal Syekh agar menyampaikan seruan ini kepada beliau, sebab saya tidak mempunyai cara untuk menyampaikannya, dikarenakan saya jauh dari Mesir pada saat ini, sementara HP-ku error, yang menyebabkan semua nomor orang-orang Mesir yang saya kenal hilang semua, semoga Allah SWT memberi pertolongan kepada saya.
Bismillahirrahmanirrahim
Saudaraku yang mulia, Syekh Muhammad
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,
Amma Ba’du
Di Mesir saya mengenal empat syekh Salafi yang mulia – saya mengiranya demikian, sedangkan perhitungan yang sebenarnya ada pada Allah SWT, dan saya tidak bermaksud mensucikan seseorang atas Allah SWT – diantaranya: Syekh Muhammad Abdul Maqshud, Syekh Muhammad Yusri, dan Syekh Umar Abdul Aziz Quraisyi.
Saya telah mendapat kehormatan dengan membersamai mereka dalam “Rabithah Ulama’ Ahlis-Sunnah”.
Syekh Salafi yang ke-empat adalah engkau wahai Syekh Muhammad.
Pengenalan saya terhadap engkau sudah lama. Kecintaanku kepada engkau juga tetap. Semangatku untuk kebaikan engkau sangat besar, sebab saya melihat tanda-tanda keikhlasan dan semangat mencari kebenaran pada diri engkau – saya mengiranya demikian, perhitungan yang sebenarnya ada pada Allah SWT –
Setelah terjadi revolusi Mesir, diantara kita terjadi diskusi dan saling mengingatkan yang sangat panjang. Semua itu dalam rangka semangat mencari kebaikan dan saling mencinta, bukan karena yang lainnya.
Adapun sekarang (hari-hari ini), di tengah suasana seperti ini, wahai Syekh yang mulia, saya tidak tidak bisa tidak harus berbicara dengan engkau dengan bahasa cinta, kasihan dan pemberi nasihat, sebab engkau terhitung sebagai seorang syekh number one di Iskandariyah, engkau juga seorang tokoh terkenal yang selalu diikuti pendapat dan perbuatan engkau.
Belum tibakah saatnya bagi engkau untuk bersuara lantang menyuarakan kebenaran dengan kuat?
Kemaren-kemaren engkau belum berbuat demikian karena dua hal, yaitu rasa malu dan kekhawatiranmu akan terpecahnya barisan Salafi, jika dua hal ini cukup menjadi alasan kemaren, menurutku, hal itu tidak boleh lagi menjadi alasan pada hari ini dan seterusnya, sebab Mesir sekarang berada pada persimpangan jalan yang sangat berbahaya.
Wahai Syekh yang mulia…
Telah tiba saatnya bagi engkau untuk menyuarakan kebenaran secara lantang dan turun mendampingi syekh-syekh Salafi lainnya yang telah terlebih dahulu bersuara lantang: Syekh Fauzi As-Sa’id, Syekh Muhammad Abdul Maqshud dan Syekh Sa’id Abdul Azhim.
Oleh karena itu, turunlah ke Kairo, muncullah engkau di lapangan Rabi’ah mendampingi orang-orang yang engkau cintai, demi Allah, sungguh, turunnya engkau di sana, akan memberi dampak dan pengaruh sangat besar.
Dalam surat terbuka ini, saya ingin mengingatkan engkau tentang kenyataan-kenyataan berikut, yang bagi engkau sebenarnya sudah sangat diketahui, tetapi, dalam rangka: “Dan peringatkanlah, sebab, peringatan itu bermanfaat bagi orang-orang beriman”.
1. Bahwa yang terjadi di Mesir bukanlah “fitnah”, sama sekali bukan, namun, yang terjadi adalah pertentangan antara al-haqq dan al-bathil. Bukti-buktinya terlalu banyak untuk disebutkan, dan semua bukti ini, saya yakin, bukanlah sesuatu yang tidak jelas bagi engkau. Adapun pendapat yang mengatakan bahwa yang terjadi di Mesir adalah “fitnah”, pendapat ini adalah pendapat bathil, sebab, dalam “fitnah” sisi kebenaran itu tidak tampak kasat mata, sehingga banyak manusia tidak mengetahuinya, sedangkan yang terjadi di Mesir sekarang, kebenaran itu tampak nyata sejelas matahari di siang bolong.
2. Jutaan manusia yang bertahan di tempat-tempat demo, mereka menunggu seorang syekh semisal engkau untuk mengusap air mata mereka, sebagai bentuk obat atas musibah mereka, dan juga dalam rangka mempertegar mereka di atas jalan kebenaran, mengguyur mereka untuk mengobati duka mereka, memotivasi mereka agar terus dan tetap berada pada jalan kemuliaan dan kemenangan yang telah dipilih oleh mereka.
3. Engkau tahu betul bahwa amal seorang syekh yang paling agung, saat terjadi berbagai petaka dan kesulitan, adalah tampil sebagai pemimpin public (khalayak), agar mereka terhindarkan dari keterplesetan, kesesatan dan penyimpangan yang bisa menyeret mereka kepada suasana saling bunuh dan menggunakan pola-pola kekerasan, dan tidak semua syekh bisa berbuat demikian, dan engkau saya pandang termasuk penganut Salafi di Mesir yang memiliki kemampuan untuk berbuat demikian.
4. Adapun rasa malu yang melekat dengan diri engkau, maka ketahuilah bahwa Rasulullah SAW lebih pemalu dibandingkan dirimu, meskipun demikian, jika ada ketentuan-ketentuan Allah SWT dilanggar, beliau SAW murka, dan kemurkaan beliau SAW ini menjadi amal yang agung, demi Allah, tidakkah engkau melihat bahwa ketentuan-ketentuan Allah di Mesir telah dilanggar pada setiap detiknya? Jika engkau tidak turun ke lapangan sekarang, kapan lagi?
5. Adapun kekhawatiran engkau akan terpecahnya barisan Salafi di Iskandariyah, saya mempunyai jawaban dari dua sisi:
Pertama: Semenjak awal, barisan Salafi telah terpecah dan tidak lagi bersatu, dan penyebab terbesar dari terpecahnya barisan Salafi adalah kebanyakan sikap para masyayikhnya yang aneh, yang saya tahu, engkau tidak ridha kepada sikap-sikap yang aneh itu.
Kedua: Mana yang lebih berharga bagi engkau? Islam dan penjagaannya di saat yang paling genting dilalui olehnya di Mesir, atau menjaga barisan “jama’ah” Salafi, di mana perilaku kebanyakan para pemimpinnya telah jauh dari manhaj Salaf dan yang sekarang ini tidak memerankan kecuali di bawah angka 10 % dari keseluruhan Salafi Mesir, atau bahkan lebih kecil dari itu?
6. Wahai Syekh Muhammad, sesungguhnya, para pembesar umat dan para pemuka agama, amal dan sepak terjang mereka tidak tersebar luas kecuali karena sikap agung mereka, dan bukan karena ilmu mereka semata. Dan kisah tentang sikap Imam Nawawi saat berdiri menentang raja Zhahir Bibars serta sikap lantangnya dalam menyuarakan kebenaran bukanlah sesuatu yang asing bagi engkau. Juga sikap Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah dan jihadnya dalam melawan Mongol Tartar, lalu, kapan engkau – wahai syekh Muhammad – akan melaksanakan tugas yang layak bagi engkau? Sementara usiamu sekarang sudah memasuki 60-an, umur yang penuh berkah ini insyaAllah?!
7. Terakhir, saudaraku, saya tidak berbicara dengan engkau seterus terang ini kecuali karena saya sudah putus harapan untuk sampai kepada engkau, juga karena cintaku dan semangatku terhadap engkau, dan sebelumnya, sudah berkali-kali saya berbicara dengan engkau seperti ini saat kita berdua, oleh karena itu, wahai saudaraku, evaluasi urusanmu, kalahkan segala bentuk keraguan dan bisikan yang mencoba mengemas dirinya dengan kemasan kebenaran, pertegas urusanmu, bersamalah para masyayikh Salafi lainnya, juga bersama ulama lainnya di Rabi’ah, dan saya yakin, jika engkau berbuat demikian, niscaya perbuatan engkau ini akan mendatangkan banyak kebaikan insyaAllah, sebab banyak orang bergantung kepada engkau, dan menjadikan engkau sebagai teladan, oleh karena itu wahai saudaraku, tolonglah agamamu, kitab sucimu, sunnah Rasul-mu dan hamba-hamba Allah yang shalih, sebab semua itu hampir hilang terbawa angin, gara-gara kelemahan ahli ilmu (alim ulama), tidak tampilnya mereka, keraguan mereka dan sikap mereka yang mengurung diri ber’uzlah, dan aku berdo’a kepada Allah SWT semoga engkau tidak termasuk mereka.
8. Sebagai penutup, wahai saudaraku, selalu ingatlah firman Allah SWT: “Orang beriman laki-laki dan orang beriman perempuan, sebagian mereka menjadi wali (penolong) bagi sebagian lainnya”. Selalu ingat pula hadits Rasulullah SAW dan pandangan para sahabatnya, para mujahidin yang baik-baik, juga keluarga beliau SAW yang suci: “Seorang muslim itu saudara muslim lainnya; ia tidak menzhaliminya, tidak membiarkannya tanpa pertolongan, tidak menghinakannya dan tidak menyerahkannya kepada mara bahaya”. Jadi, seorang muslim, wahai saudaraku, “tidak boleh menyerahkan muslim lainnya kepada mara bahaya”, ingat ini wahai saudaraku. Ingat pula: “seorang muslim tidak boleh membiarkan saudaranya yang perlu pertolongannya dengan tanpa memberi pertolngan kepadanya”.
Ya Allah .. tunjukkanlah kepada saudaraku kebenaran sebagai kebenaran, dan berilah dia kekuatan untuk bisa mengikutinya, dan tunjukkanlah kepadanya kebatilan sebagai kebatilan, dan berilah dia kekuatan untuk menjauhinya, amin
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh..
0 komentar:
Posting Komentar