Bupati Garut Aceng Fikri jadi bulan-bulanan media massa dan buah bibir
khalayak. Mulai dari di jejaring sosial hingga warung kopi membicarakan
pernikahan singkat sang bupati dengan santriwati di Garut. Pastinya sang
bupati menjadi bahan hujatan dan ledekan.Termasuk parpol Golkar yang
menaunginya sudah ambil ancang-ancang untuk memecatnya.
Sebenarnya kasus pernikahan singkat banyak terjadi di masyarakat. Malah
ada yang lebih singkat lagi dibandingkan pernikahan Aceng-Fani. Tapi
karena pelakunya public figure, pejabat negara, media massa langsung
‘menerkam’ dan ‘memangsa’ kasus ini. Kaidah ‘name makes news’
benar-benar efektif mengatrol pemberitaan.
Akan tetapi ada
persoalan yang luput dari kacamata publik, yakni upaya serius dari
sejumlah kalangan untuk meliberalkan hukum-hukum pernikahan. Di tengah
keawaman kita terhadap hukum-hukum Islam, ditambah gencarnya
pemelintiran berita oleh media massa sekuler serta pernyataan pengamat
sosial yang juga sekuler, otak kita dibuat lupa bahwa selain mengatur
persoalan pernikahan, Islam juga mengatur urusan perceraian.
Pernikahan dan perceraian adalah perkara yang sudah diketahui oleh
banyak orang. Syeikh Sayyid Sabiq dalam bukunya Fiqhus Sunnah
menjelaskan pada bab pernikahan bahwa bila seseorang mengetahui ada aib
pada pasangannya maka ia berhak membatalkan pernikahan tersebut. Baik
pada perempuan maupun lelaki. Beliau mencantumkan keterangan bahwa Nabi
saw. pun pernah menceraikan seorang wanita dari Bani Bayadhah dalam
waktu singkat karena ada cacat tubuh wanita tersebut. Beliau juga
menegur Bani Bayadhah yang menawarkan wanita tersebut karena dianggap
telah menipunya, “Kalian telah memperdayaku.” (HR. Abu Nuaim dan
Bayhaqi).
Pernikahan bukan harga mati yang tak bisa dicari
jalan keluarnya bila salah satu atau kedua pasangan tidak mendapatkan
kebahagiaan, atau mengetahui ada aib dari pasangannya. Thalaq adalah
jalan keluar yang sudah dihalalkan Allah SWT.
Ini bukan berarti
kawin-cerai adalah sesuatu yang digampangkan oleh syariat. Bila kita
buka al-Quran, anjuran untuk bergaul secara maruf dengan istri dan
menahan perceraian dengan cara baik lebih didahulukan ketimbang
menceraikannya. Firman Allah SWT.:
“Dan bergaullah dengan
mereka secara maruf. Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka
bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah
menjadikan padanya kebaikan yang banyak.”(QS. an-Nisa: 19).
Akan tetapi perceraian bukanlah sesuatu yang patut dibenci apalagi
diharamkan. Karena meskipun Allah SWT. membencinya, tapi Ia sudah
menghalalkannya.
أَبْغَضُ الْحَلاَلِ إِلَى اللَّهِ الطَّلاَقُ “Perkara halal yang dibenci Allah adalah thalaq,”(HR. Abu Daud).
Tindakan sang bupati Garut mungkin tidak ahsan, apalagi dengan
perkataannya yang mengibaratkan ‘pernikahan seperti membeli barang yang
bila spek-nya tidak sesuai maka bisa dikembalikan’ jelas menyebalkan.
Tapi bukan berarti kita melupakan persoalan yang paling esensial; Allah
telah mengatur pernikahan dan menghalalkan perceraian.
Publik
dan media juga bersikap tidak fair dengan seperti peduli urusan moral
dengan mengecam kasus ini, tapi bersikap lain dengan kasus perzinaan
yang dilakukan Ariel atau Anji. Kriminalitas yang dilakukan dua
selebritis ini tidak terlalu diambil pusing oleh khalayak. Ariel malah
menjadi ‘media darling’ – kesayangan media –. Tidak pernah media massa,
apalagai elektronik, menyudutkan Ariel seperti menyudutkan perceraian
sang bupati.
Khalayak juga ramai-ramai membela dan bersimpati
kepada Ariel. Para artis mendatangi rutan memberikan dukungan moril
kepada vokalis yang video mesumnya beredar ke mana-mana. Seolah-olah ia
adalah ‘korban’ kejahatan seperti TKW yang diperkosa majikan.
Ketika kemudian sang bintang ini kembali mengeluarkan album baru dan
mentas, lagi-lagi media memberitakannya dengan heboh. Konsernya juga
ditayangkan di sebuah stasiun televisi swasta. Seolah mengatakan ‘the
hero is back’. Sang pahlawan telah kembali. Para penggemarnya juga
lagi-lagi mengelu-elukannya, para selebritis juga memuji come back-nya.
Menjijikkan.
Ada pemutarbalikkan opini yang dahsyat yang
dilakukan media dan kalangan tertentu. Zina diterima dan bisa dimaafkan.
Tapi tidak untuk kebenaran yang terkubur. Kasus yang sama juga dialami
Aa Gym yang poligaminya dicibir oleh media massa dan khalayak, tapi
tidak untuk perzinaan para selebritis.
Grup rock lawas The
Rolling Stones pernah membuat lagu Sympathi for The Devil yang
kontroversial. Lagu itu cocok menggambarkan keadaan kita hari ini. Di
mana media massa dan publik memang lebih bersimpati kepada kejahatan
ketimbang pada hukum yang sudah jelas. Apalagi bila pelakunya selebritis
yang bisa dijadikan ikon liberalisasi dan perlawanan terhadap
nilai-nilai agama. Selebritis boleh saja berzina berkali-kali, pakai
narkoba berkali-kali, tapi media massa akan terus mengangkat mereka dan
para penggemar akan setia menunggu kehadirannya. Inilah kekonyolan hidup
yang berdiri di atas sekulerisme, yang mempersetankan akal sehat dan
mencampakkan halal dan haram. Inilah sekulerisme, inilah liberalisme.
Aneh bila umat Islam masih betah tinggal di alam seperti ini dan memakai logika kacau ini. Nauzubillah min dzalik. (Iwan Januar)
0 komentar:
Posting Komentar