Ada Caleg Nasrani di PKS
By : Ustd. Nandang Burhanudin
***
"Tad, gak tertarik bikin tulisan tentang Caleg Nasrani di PKS, pendeta lagi?" cetus seorang jamaah.
"Ohhh .. lagi in ya .. ndak tuh .. karena ndak ada perlu yang ditulis.
Klarifikasi, bukan tugas saya.Wong saya bukan siapa-siapa di PKS. He he
..", jawab sang ustad kalem.
"Wah suka tawadhu',minimal kan penjelasan. Agar umat awam seperti saya ini bisa paham dan gak suuzhon ..", ungkapnya.
"Setahu saya, segala keputusan itu sudah melalui skrining syuuraa.
Berdasarkan masukan dan realitas di lapangan nyata. Di PKS, ada 99
anggota majelis Syuuraa dari 33 provinsi. Ahli nash dan ahli lapangan
berkumpul. Jadi kita tunggu aja ...", sang ustadz gak terpancing.
"Apa ada dalil dan sejarah tentang hal itu tad dalam Islam?", ia terus bertanya penasaran.
"Ya banyak pak. Tapi sekali lagi, saya tidak dalam kapasitas memberi
penjelasan. Kehebohan ini sepatutnya dimaksimalkan para jubir partai
untuk semakin memperjelas visi-misi PKS di kemudian hari. Setahu saya,
satu-satunya partai yang sexy untuk diberitakan, yaa PKS. Tinggal bisa
mengubah prahara jadi rahmat. Jadi tidak membingungkan", jelas sang
ustadz.
"Membingungkan bagaimana tad?", ungkap jamaah.
"Iya begini pak. Setiap organisasi itu kan pasti memiliki 4 unsur:
anggota fanatik/inti, simpatisan, masa mengambang yang pro dan kontranya
situasional, dan pihak yang anti. Bagi anggota inti, keputusan apapun
akan diterima mutlak. Karena sudah memahami alur dan arah perjuangan
partai. Untuk simpatisan, mereka ini seringkali menjadi ujung paling
menderita; karena selalu menerima curhat, kritikan, atau goyangan
pemikiran. Sedang untuk masa mengambang, faktor media ini sangat
dominan. Jika pandai mengemas dan memberi bumbu, isu apapun yang
digoreng akan siap nikmat untuk disajikan. Adapun pihak kontra,
pembenci, atau antipati: tentu bagi grup ini apapun penjelasan tak akan
pernah mengubah keadaan.Nah saya tidak melihat jubir atau bagian sosmed
PKS yang mampu menjalankan tugasnya dengan baik", sang ustaz panjang
lebar.
"Duuh ... makin ora mudeng tad .. yang simpel-simpel aja deh menjelaskannya!" ujar si jamaah.
"Gini, bapak ikut nyoblos?"
"Ya, tentu saja. Sebagai WN yang baik, saya nyoblos. Karena harapan Indonesia lebih baik", ungkapnya.
"Kalau nyoblos terlepas apapun partainya yang dipilih, bapak masih
memiliki nurani. Sebagai muslim, tentu bapak menginginkan perbaikan di
partai-partai Islam. Sedangkan partai-partai itu kan harus memiliki
cabang di seluruh Indonesia. Termasuk kantong-kantong minoritas. Nah di
kantong minoritas inilah, partai Islam seperti PPP, PBB, PKB, hingga PKS
berhadapan pada situasi Bhineka Tunggal Ika. Hal lumrah yang harus
dihadapi. Karena memang Indonesia bukan negara Islam. Jadi keterwakilan
kaum minoritas di partai Islam, menjadi keniscayaan. Terlebih di wilayah
minoritas itu, katanya jumlah umat Islam hanya 1 %. Itu pun pendatang.
Gitu lho pak ..." jelas sang ustadz.
"Tapi kan PKS partai dakwah! Kok bisa pendeta jadi aleg!"
"Ya itu tadi. Di alam Bhineka Tunggal Ika inilah, dakwah itu dituntut
masuk ke semua kalangan. Soal hidayah, itu urusan Allah. Sangat terbuka
kemungkinan, saat akhlak dan interaksi sosial semakin intensif, para
pendeta itulah bisa menjadi da'i-da'i di kemudian hari setelah
sebelumnya jadi misionaris Kristen. Justru kalau tidak ada interaksi
sama sekali, jangan pernah berharap dakwah Islam bisa menjadi rahmat
bagi semesta alam", tutur sang ustadz.
"Wah makin panjang aja tadz. Semoga itu bukan apologi", ungkapnya.
"Memang bukan apologi pak. Tapi itulah realitas yang terjadi di lapangan. Dahulu Rasul-sahabat-tabi'in-salafuss
"Ooh gitu ya .. berarti
tinggal pendekatan dakwah kader-kader PKS di lapangan yang harus bisa
membuat hati-hati jadi tunduk dengan Islam, betul gitu tad?", tanya
jamaah.
"Betul pisan. Sepatutnya begitu pak. Soalnya da'i itu
ibarat air. Manfaat tidaknya air, jika bergerak atau tidak. Sebersih
apapun air, jika diam, bawaannya penyakitan. Sekotor apapun air, jika
bergerak, insya Allah banyak tanah dan tumbuhan yang disegarkan kemudian
berbuah. Demikian da'i, kalau da'i di politik hanya diam, maka
ujung-ujungnya terseret korupsi. Demikian da'i yang tidak di politik,
ujung-ujungnya hanya sibuk mengkritik, membuka aib, dan menebar fitnah
atas nama dakwah. Beda sedikit saja, jadi makin runcing masalah.
Sebaliknya, sekotor apapun seseorang kalau mau menebar manfaat, insya
Allah membawa kebaikan", sang ustaz bersemangat.
"Woke ..woke tadz .. paham .. paham .. paham", sang jamaah tenang.
"Alhamdulillah. Saya bisa berjumpa dengan jamaah seperti bapak. Tak
perlu dalil panjang-panjang, tapi mudah paham. Karena mungkin jiwa bapak
sesuai fitrah. Model bapak ini sam'inaa wa analisa. Yang lebih parah
pak, orang yang sam'ina watanya-tanya. Model demikian inilah yang
disebut lam yabres... he he ", canda sang ustadz.
"Lam yabres apaan tad ..bahasa Arab ya?" tanya nya penasaran.
"Gak beres-beres ... he he..,bahasa sunda itu mah pak ..."
"Waduh .. aya-aya wae .."
****
Diposting oleh
Agus eSWe
0 komentar:
Posting Komentar